KEBUN JATI

Terletak di Desa Talaga Kecamatan Dampelas, dengan Luas 7 ha.

PANTAI BAMBARANO

Pantai berkarang indah ini terletak di Desa Sabang kecamatan Dampelas Kabupaten Donggala.

JEMBATAN PONULELE

Jembatan Kebanggan warga Palu ini berada diwilayah pantai talise menuju arah donggala.

TANJUNG KARANG

salah satu objek wisata pantai, yang terletak di ujung pantai Donggala, dengan suasana pantai yang terasa nyaman.

situs Tadulako dan Pokekea

situs sejarah ini berada di lembah Besoa, Lore Tengah, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah..

Kamis, 22 Januari 2015

Pendugaan Biomassa dan Karbon Pohon di Daerah Ketinggian Taman Nasional Lore Lindu.

 

Pendugaan Biomassa dan Karbon Pohon di Daerah Ketinggian 
Taman Nasional Lore Lindu.
A.  Biomassa Pohon Pada Plot Pengamatan di Ketinggian 1200 mdpl, 1400 mdpl dan 1600 mdpl Di Taman Nasional Lore Lindu.
Berdasarkan hasil pengukuran di lapangan dan Perhitungan Biomassa diperoleh bahwa biomassa pohon di plot pengamatan berukuran 20 m x 100 m, untuk pengukuran dimensi pohon ( dbh ≥ 30 cm ) dan plot pengamatan berukuran 5 m x 40 m, untuk pengukuran dimensi pohon ( 5 cm ≤ dbh ≤ 30 cm ) dengan ketinggian 1200 mdpl, 1400 mdpl, dan 1600 mdpl.di Taman Nasional Lore Lindu.
Tabel 7. Biomassa Pohon Pada Plot Pengamatan di Ketinggian 1200 mdpl
1400 mdpl, 1600 mdpl Di Taman Nasional Lore Lindu.


No
Ketinggian TNLL Biomassa Pohon (ton/ha)

     Pohon              Pohon
(dbh ≥ 30 cm)    (5 cm ≤dbh≤ 30 cm)
Total biomassa   
1. 1200 mdpl     8580.28                    128.19 8708.47   
2. 1400 mdpl     4815.6                      106.68 4922.28   
3. 1600 mdpl     3344.6                      115.2      3459.8  

Pada table 7 dilihat bahwa plot pengamatan di ketinggian 1200 mdpl Taman Nasional Lore Lindu memiliki biomassa pohon tertinggi dan kemudian diketinggian 1400 mdpl dan 1600 mdpl.Hal ini disebabkan karena diplot pengamatan diketinggian 1200 mdpl banyak terdapat pohon yang tumbuh di lahan hutan dan di dominasi oleh vegetasi pohon berdiameter besar, dibandingkan dengan plot pengamatan 1400 mdpl dan 1600 mdpl yang di dominasi oleh vegetasi pohon yang berdiameter kecil.Menurut Bakri (2009) dalam Wahyu (2013), banyaknya individu dari suatu jenis pohon menunjukan tingkat penyebaran dan kemampuan adaptasi yang tinggi terhadap kondisi fisik lingkungan seperti kelembapan dan kecepatan angin sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan pohon dan penyebaran biji.
Krebs (1985) dalam Wahyu (2013), menyatakan bahwa kelembapan tanah mempengaruhi penyebaran geografi pada sebagian besar pohon pada hutan pegunungan dan mempengaruhi  dan mempengaruhi kandungan/ketersediaan air tanah , dimana hubungannya dengan temperature dapat mempengaruhi keseimbnagan air tumbuhan. Lebih lanjut ia juga menyatakan angin mempengaruhi kelembapan udara dan penyebaran biji tumbuhan pada hutan pegunungan.
Mark dan Harper (1977) dalam Misra (2011) menyatakan bahwa ukuran individu pohon sangat mempengaruhi jumlah biomassa pohon tersebut. Untuk lebih jelasnya distribusi diameter, kerapatan dan biomassa pohon terdapat pada plot pengamatan (P1)  ketinggian 1200 mdpl, plot pengamatan (P2) ketinggian 1400 mdpl dan plot pengamatam (P3) ketinggian 1600 mdpl, Taman Nasional Lore Lindu.
Tabel 8. Distribusi diameter, kerapatan dan biomassa Pohon pada plot pengamatan 1 (P1) di Ketinggian 1200 mdpl, plot pengamatan 2 (P2) di ketinggian 1400 mdpl, dan pada plot pengamatan 3 (P3) di ketinggian 1600 mdpl, Taman Nasional Lore Lindu.
- Plot pengamatan 1200 mdpl.


No Ketinggian
(mdpl) Distribusi
Diameter (cm) Jumlah
Pohon Kerapatan
(Jumlah Individu/ha) Biomassa
(Ton/ha)
Total   



1.


1200 mdpl 5 – 10
11 – 20
21 – 30
31 – 40
41 – 50
51 – 60
61 – 70
71 – 80
81 – 90
>90 2
5
6
2
3
3
9
  12
  18
  24 100
250
300
  10
  15
  15
  45
  60
  90
120 
1,41
  24,99
101,79
  54,32
  27,66
     46,6
   206,5                 
   398,7
   825,5
   7021


8708.47  




  



2.


1400 mdpl 5 – 10
11 – 20
21 – 30
31 – 40
41 – 50
51 – 60
61 – 70
71 – 80
81 – 90
>90 4
7
5
2
2
12
13
17
21
17 200
350
250
  10
  10
  60
  65
  85
105
  85 3,77
30,51
    72,4
8,3
    19,7
  166,6
  314,4
575,8
  946,8
2784


4922.28   



3.


1600 mdpl 5 – 10
11 – 20
21 – 30
31 – 40
41 – 50
51 – 60
61 – 70
71 – 80
81 – 90
>90 5
10
4
14
27
17
12
9
3
9 250
500
200
  70
135
  85
  60
  45
  15
  45 3,8
    53,2
    58,2
    64,5
  223,6
  232,9
  275,6
  302,6
  140,2
2105,2


3454.8  

Pada tabel 9 dilihat bahwa di plot pengamatan (P1) ketinggian 1200 mdpl di dataran tinggi Taman Nasional Lore Lindu mempunyai jumlah Pohon yang berdiameter besar yang dapat mnghasilkan biomassa dengan jumlah yang besar pula yaitu 8708.47 ton/ha. Dibandingkan  pada plot pengamatan (P2) di ketinggian 1400 mdpl yang menghasilkan biomassa 4922.28 ton/ha, dan di plot pengamatan (P3) di ketinggian 1600 mdpl yang hanya menghasilkan biomassa sebesar 3454.8 karena pohon di ketinggian 1600 mdpl di dominasi oleh pohon-pohon yang berdiameter kecil. Suatu system komunitas hutan yang terdiri dari jenis-jenis pohon yang mempunyai nilai kerapatan yang tinggi dan berdiameter besar maka biomassa yang dihasilkan akan lebih tinggi bila di bandingkan dengan komunitas hutan yang mempunyai jenis-jenis pohon dengan nilai kerapatan yang rendah (Rahayu dkk, 2007 dalam Sujarwo dan Darma. 2011)
B. Karbon Pohon Pada Plot Pengamatan Di Ketinggian 1200 mdpl, 1400 mdpl
dan 1600 mdpl Di Taman Nasional Lore Lindu. 
Berdasarkan hasil perhitungan biomassa di peroleh bahwa karbon pohon di atas permukaan tanah di plot pengamatan berukuran 20 m x 100 m untuk pengukuran dimensi pohon ( dbh ≤ 30 cm ) dan plot pengamatan berukuran 5 m x 40 m untuk pengukuran dimensi pohon ( 5 cm ≤ dbh ≤ 30 cm ) dengan ketinggian 1200 mdpl, 1400 mdpl, dan 1600 mdpl. Di Taman Nasional Lore Lindu di terapkan pada table 9.
Tabel 9.Karbon Pohon Pada Plot Pengamatan di Ketinggian 1200 mdpl, 1400 mdpl, 1600 mdpl Di Taman Nasional Lore Lindu.


No
Ketinggian TNLL Karbon Pohon (ton/ha)

     Pohon                      Pohon
(dbh ≥ 30 cm)       (5 cm ≤dbh≤ 30 cm)
Total Karbon   
1. 1200 mdpl     4290.14                     64.095 4354.24   
2. 1400 mdpl     2407.8                     53.34 2461.14   
3. 1600 mdpl     1672.3                     57.6    1729.9  

Pada tabel 9 menunjukkan jumlah karbon yang tersimpan di plot pengamatan ketinggian 1200 mdpl sebesar 4354.24 ton/ha, plot pengamatan di ketinggian 1400 mdpl sebesar 2461.14 ton/ha dan pada ketinggian 1600 mdpl sebesar 1729.9 ton/ha. Menurut Wardah (2009) dalamMisra (2011) Semakin tinggi biomassa maka semakin tinggi pula kandungan Karbon.
Karbon tersimpan dapat diartikan yaitu banyaknya karbon yang mampu diserap oleh tumbuhan dalam bentuk biomassa. Jumlah emisi karbon yang semakin meningkat saat sekarang harus diimbangi dengan jumlah penyerapannya, hal tersebut perlu dilakukan untuk mengurangi dampak dari pemanasan global dengan cara penanaman pohon sebanyak-banyaknya, karena pohon melalui proses foto sintesis dapat mengubah CO2  menjadi O2 melalui reaksi : 
CO2 + H2O sinar matahari C6 H12 O6 + O2
Dari kenyataan tersebut maka dapat diperkirakan berapa banyak pohon yang harus ditanam pada suatu kawasan untuk mengimbangi jumlah karbon yang terbebas diudara (Sujarwo dan Darma, 2011).


Keadaan geografis taman Nasional Lore Lindu

 

Keadaan Geografis Taman nasional Lore Lindu
a. Letak
Secara geografis Taman Nasional Lore Lindu berada pada posisi 1190 90’–1200 16’ BT dan 10 8’–10 3’ LS. Secara administratif terletak dalam 2 (dua) wilayah kabupaten yaitu sebagian besar di Kabupaten Sigi dan sebagian lagi di Kabupaten Poso, terbagi dalam 12 kecamatan yaitu: Kecamatan Kulawi Selatan, Kecamatan Kulawi, Kecamatan Gumbasa, Kecamatan Tanambulava, Kecamatan Sigibiromaru, Kecamatan Palolo dan Kecamatan Nokilalaki di Kabupaten Sigi, Kecamatan Lore Utara,Kecamatan Lore Piore,Kecamatan Lore Tengah,Kecamatan Lore Selatan dan Kecamatan Lore Barat di Kabupaten Poso. Adapun batas-batas Taman Nasional Lore Lindu sebagai berikut :
- Di bagian utara dibatasi oleh Dataran Palolo
- Sebelah timur dibatasi oleh Dataran Napu
- Sebelah selatan dibatasi oleh Dataran Bada, dan 
- Sebelah barat oleh Sungai Lariang dan hulu Sungai Palu (Lembah Kulawi). 
b.  Topografi
Taman Nasional Lore Lindu berada pada ketinggian 200 - 2.610 meter di atas permukaan laut, puncak tertinggi adalah Gunung Nokilalaki (2.355 m) dan gunung Tokosa/ Rorekatimbu (2.610 m). Bentuk topografi bervariasi mulai dari datar, landai, agak curam, curam, hingga sangat curam (Balai TNLL,2013).
c.  Geologi
Taman Nasional Lore Lindu terletak antara dua patahan utama di Sulawesi Tengah. Pada daerah pegunungan, umumnya berasal dari batuan asam seperti Gneisses, Schists dan granit, punya sifat peka terhadap erosi. Formasi lakustrin banyak ditemukan di bagian Timur Taman Nasional, umunya dataran danau yang datar atau berawan. Bahan endapan dari campuran batuan sediment, metamorfosa dan granit. Bagian barat ditemukan formasi alivium yang umumnya berbentuk kipas aluvial/koluvial atau dataran hasil deposisi sungai seperti teras atau rawa belakang.Sumber bahan aluvial ini berasal dari batuan metaforfosa dan granit.
d. Tanah
Keadaan tanah di TNLL bervariasi dari yang belum berkembang (entisol), sedang berkembang (inseptisol) sampai sudah berkembang (alfisol) dan sebagian kecil ultisol.
e.  Iklim, Suhu, Curah Hujan, kelembaban
Bagian utara kawasan Taman Nasional Lore Lindu mempunyai tipe iklim C/D (musiman) dengan curah hujan rata-rata tahunan berkisar antara 855-1200 mm/tahun.Bagian Timur kawasan TNLL punya tipe iklim B (agak musiman) dengan curah hujan berkisar antara 344-1400 mm/tahun. Bagian barat TNLL punya tipe iklim A (lembab permanen) dengan curah hujan rata-rata tahunan antara 1200-2200 mm/tahun. Secara keseluruhan curah hujan di TNLL bervariasi dari 2000-3000 mm/tahun di bagian utara  dan 3000-4000 mm/tahun di bagian Selatan. Suhu/temperatur berkisar antara 22-340 C, rata-rata kelembaban udara 98 % dengan kecepatan angin rata-rata 3,6 km/jam (Balai TNLL,2013).
f. Hidrologi
Taman Nasional Lore Lindu mempunyai fungsi tangkapan air yang besar, didukung oleh dua sungai besar yaitu sungai Gumbasa di bagian utara yang bergabung dengan sungai Palu di bagian barat serta sungai Lariang di bagian Timur, selatan, dan baratnya. Fungsi hidrologis ini sangat besar manfaatnya bagi masyarakat sekitar kawasan dan Sulawesi Tengah umumnya (Balai TNLL,2013).
g. Aksesibilitas
Dapat dicapai melalui jalur darat dari kota Palu. Lokasi yang dapat ditempuh dengan kendaraan roda dua maupun roda empat adalah Palu-Bidang Pengelolaan TN Wilayah I Saluki, Palu-Bidang Pengelolaan TN Wilayah II Makmur, Palu-Bidang Pengelolaan TN Wilayah III Poso. Ada beberapa resort yang hanya dapat ditempuh dengan jalan kaki/naik kuda dan motor ojek yaitu jalur Gimpu-Bada, Bada-Doda, Toro-Katu dan Rahmat-Dataran Lindu. 
4.1.3 Potensi Ekologis
a. Flora
Taman Nasional Lore Lindu terbagi ke dalam 4 zona vegetasi, yaitu Hutan Hujan Dataran Rendah (<1.000 mdpl), Hutan Hujan Sub Pegunungan (1.000 – 1.500 mdpl), Hutan Pegunungan (1.500 – 2.000 mdpl) dan Hutan Sub Alpin (>2.000 mdpl).
-    Vegetasi Hutan Hujan Dataran Rendah
Komposisi floranya lebih beragam. Flora yang ditemukan antara lain: Pawa (Mussaendopsis beccariana), Tahiti (Dysoxylum sp.), Nunu (Ficus sp.), Ngkera dan Lawedaru (Myristica spp.), Mpora dan Mpire (Caryota spp.), Saguer (Arenga pinnata), Take (Arenga sp.), Uru ranto (Elmerilia ovalis), Luluna (Strychnos axillaris), Palaku (Celtis sp.), Ntorade (Pterospermum subpeltatum), Ndolia (Canangium odoratum), Tea here (Artocarpus elasticus), Tea uru (Artocarpus teijmannii), Duria (Durio zibethinus), Wara dilameo (P. hirsuta), Bambu pemanjat (Dinochloa scandens), Elastostema, Costus, Cyrtandra, Nephrolepis, Neuburgia.
-   Vegetasi Hutan Hujan Sub pegunungan
Flora yang ditemukan: Kelompok uru (Magnoliaceae), Uru ranto (Elmerillia ovalis), Uru tomu (Elmerillia sp.), Elmerillia celebica, Manglietia glauca, Talauma liliiflora, Konore (Adinandra sp.), Pangkula, ntangoro (Ternstroemia spp.), Kauntara (Meliosma nitida), Kau tumpu (Turpinia sphaerocarpa), Mpo maria (Engelhardtia serrata).
-   Vegetasi Hutan Pegunungan
Flora yang ditemukan antara lain: Kaha (Castanopsis argentea), Palili bahe, palili nete, palili pance (Lithocarpus spp.). Agathis philippinensis, Podocarpus neriifolia, Podocarpus imbricatus, Taxus baccatus, Dacrydium falcifolia, Phyllocladus hypophyllus, Tristania whiteana dan Tristania sp., Calophyllum spp., Garcinia spp., Tetractonia haltumi, Polyosma integrifolia dan Gynotraches axillaris, Coelogyne, Thelasis, Appendicula, Glomera, Phreatia, Elastostema, Cyrtandra, Goniophlebium persicifolium, Oleandra neliiformis, Diplazium bantamense.

-   Vegetasi Sub Alpin
Flora yang ditemukan Leptospermum, Rapanea, Myrsine, Phyllocladus hyphophyllus, Eugenia sp., Paku pohon (Alsophylla sp.), jenis palem (Pinanga) (Balai TNLL,2013).
b.  Fauna
-  Mamalia besar
Anoa atau kerbau kerdil, satwa endemik Sulawesi. Nama daerah: Sapi utan, Anoang, Kerbau pendek, Dangko, Bondago tutu, Buulu, Tutu dan Sako. Dua jenis anoa di TNLL yaitu Anoa quarlesi dan Anoa deoressicornis. Babi rusa (Babyrousa babyrusa), babai  Sulawesi (Sus celebensis),  Macaca tonkeana,    Phalanger ursinus,    kus - kus  Sulawesi (P. celebencis), Tarsius Sulawesi (Tarsius spectrum), Rusa (Cervus timorensis)(Balai TNLL,2013).
-   Burung
Kawasan hutan TNLL merupakan taman surga tempat hidup berbagai jenis burung. Berdasarkan hasil penelitian Dick Watling tahun 1981 mencatat 197 jenis, Mallo dan Buttu Ma’dika tahun 1999 mencatat 227 jenis dan Mallo tahun 2001 mencatat 249 jenis burung. Hasil penelitian terbaru Dewi M. Prawiradilaga, Idrus Tinulele, dkk Juli 2003 mencatat ada 267 jenis burung ditemukan di TNLL. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah jenis burung di TNLL masih terus bertambah, bahkan diduga masih bisa mendapatkan jenis baru. Jenis burung yang ditemukan antara lain Nuri Sulawesi (Tanygnatus sumatrana), Loriculus exilis, Trichologssus platurus, Cacatua sulphurea, Rangkong (Buceros rhinoceros dan Rithyceros cassidix), Pecuk ular (Anhinga rufa), Rallus plateni, Scolopax celebencis, Tyto inexspectata, Geomalia heinrichi, Macrocephalon maleo, Megapodius frecycynent(Balai TNLL,2013). 
-  Reptil
Ular pyton (Phyton reticulatus), ular Racers (Elaphe erythrura, Gonyosonia janseni, Mack viver (Psammodymaster pulverulenthus dan Xemopeltis unicolor), king cobra (Ophiophagus hannah) (Balai TNLL,2013)


Selasa, 20 Januari 2015

pengelolaan mangrove dikelurahan kabonga besar, Kecamatan Banawa Donggala

 

Cara pengelolaan mangrove dikelurahan kabonga besar, Kecamatan Banawa Donggala
Pengelolaan mangrove dikelurahan kabonga besar adalah termasuk program pemerintah TNI-AL, bekerja sama dengan masyarakat setempat.  Bentuk-bentuk pengelolaan mangrove dikelurahan kabonga besar adalah sebagai berikut:
1. Melakukan penanaman
Dari hasil wawancara dengan masyarakat di kelurahan kabonga besar, Bentuk pengelolaan hutan mangrove dikelurahan kabonga besar adalah dengan cara melakukan penanaman mangrove. Cara melakukan penanaman mangrove adalah sebagai berikut:
a. Asal  bibit
Bibit mangrove yang  berasal dari lokasi setempat yang diambil dari  mangrove disekitar itu sendiri seperti buah atau propagul mangrove yang diambil  dari pohon mangrove itu sendiri atau yang jatuh dari pohonnya dan ada juga dalam bentuk bibit dari persemaian yang merupakan pemberian dari dinas perikanan dan TNI-AL. bibit mangrove disesuaikan dengan kondisi tanahnya yang akan dilakukan di lokasi tanam untuk penyesuaian dengan lingkungan setempat. Jenis bibit mangrove yang ditanam yaitu ada 3 jenis, Rhizophora apiculata, Rhizhopora mucronata dan Sonneratia alba.
b. Alat dan bahan yang digunakan
Alat dan bahan yang digunakan adalah tiang terbuat dari bambu yang berfungsi sebagai penanda apabila mangrove telah ditanam.dan sebagai tiang untuk mangrove, dan tali rafia untuk pengikat bibit mangrove ke bambu.
c. Penanaman
Jumlah bibit yang ditanam berjumlah  1100 bibit mangrove dengan luas area  tanam  yaitu seluas 300x10 meter dengan jarak tanam antara 1x1 meter. Bibit ditanam pada area yang masih kosong dan belum terdapat mangrove. Penanaman mangrove  dilakukan dengan dua cara yaitu dengan cara menanam langsung buah mangrove (propagul) ke areal penanaman dan melalui persemaian bibit. 
Cara penanaman mangrove dengan menanam langsung buah adalah dengan mengambil buah mangrove jenis rhizophora setelah itu diikat ke tiang bambu dan ditancapkan langsung ke tanah. Sedangkan penanaman dengan bibit dari persemaian adalah dengan mengeluarkan bibit dari polibag, Setelah itu bibit mangrove di tanam dengan menggali lubang sedalam 10 cm dan bibit diikat dengan tali rafia ke tiang bambu setelah itu ditanam.  
Akan tetapi dari jumlah bibit yang ditanam tidak semuanya hidup. Hal ini disebabkan karena adanya terpaan ombak yang keras dan predator seperti kambing, sehingga membuat bibit mangrove yang baru ditanam sebagiannya rusak. 
2. Tidak menebang mangrove
Selain melakukan penanaman, bentuk pengelolaan lain yang dilakukan oleh masyarakat adalah dengan tidak melakukan penebangan mangrove,  bahkan untuk dijadikan sebagai bahan bakar seperti kayu api, masyarakat tidak berani melakukan penebangan.
Dari hasil wawancara dilapangan, menurut masyarakat dikelurahan kabonga besar Faktor yang menyebabkan masyarakat tidak berani melakukan penebangan mangrove adalah karena adanya pemantauan  dari pemerintah TNI-AL, dan  bagi masyarakat yang berani melakukan penebangan, akan langsung berurusan dengan pemerintah. Selain itu menurut adat, mangrove dikelurahan kabonga besar dianggap sebagai tanaman peninggalan para nenek moyang yang tidak boleh dirusak.