KEBUN JATI

Terletak di Desa Talaga Kecamatan Dampelas, dengan Luas 7 ha.

PANTAI BAMBARANO

Pantai berkarang indah ini terletak di Desa Sabang kecamatan Dampelas Kabupaten Donggala.

JEMBATAN PONULELE

Jembatan Kebanggan warga Palu ini berada diwilayah pantai talise menuju arah donggala.

TANJUNG KARANG

salah satu objek wisata pantai, yang terletak di ujung pantai Donggala, dengan suasana pantai yang terasa nyaman.

situs Tadulako dan Pokekea

situs sejarah ini berada di lembah Besoa, Lore Tengah, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah..

Sabtu, 30 Agustus 2014

puncak matantimali, serasa melayang diatas awan

Puncak Matantimali yang sebetulnya lebih cocok disebut gunung ini, memiliki ketinggian sekitar 1.500 meter dari permukaan laut (MDPL). Untuk mencapai puncaknya kita hanya perlu mengikuti jalan yang berbatu-batu, pinggiran curam, dan melewati sejumlah desa di Kecamatan Marawola Barat atau jalan utama menuju Kecamatan Pinembani, Kabupaten Donggala.
Akses jalan ke lokasi yang sering digunakan untuk tempat berlibur itu dapat dilalui dengan roda dua dan roda empat. Namun saat saya berkunjung ke lokasi itu , akses jalan masih cukup bagus untuk sebuah jalan diarea pegunungan. Untuk kendaraan roda empat hanya dapat memasuki persimpangan jalan Desa Matantimali.
Mendaki puncak Matantimali pun termasuk pendakian singkat, karena tak lebih dari 30 menit, kita sudah bisa sampai di puncaknya.

Walau tak begitu tinggi, Puncak Matantimali mempunyai pesona sendiri. Disini adalah tempat yang cocok untuk mengenal kota yang dikenal 5 dimensi ( Laut, darat, gunung, sungai dan lembah) ini. Diwilayah ini kita bagai berada di menara, di puncak Matantimali kita bisa melepas pandang dengan bebas ke segala arah. Sedikit mengarah ke Utara kita melihat Kota Palu dengan bangunan yang cukup padat, sesekali juga dapat melihat pesawat terbang dengan cara menunduk. Teluk Palu yang sempurna pun masih terlihat begitu cantik. Kemudian sebagian wilayah Pantai barat Kabupaten Donggala pun tak luput dari pandangan diatas gunung ini.
Dan dibagian Timur kita melihat Kabupaten Sigi secara utuh. Ada sungai raksasa ( sungai Palu) yang terlihat bak sebuah ular besar berwarna kecokelatan. Inilah yang senantiasa membuat warga Kota Palu waspada karena potensi banjir yang dimilikinya.
 
Puncak Matantimali sesungguhnya merupakan salah satu bagian dari punggungan memanjang yang berhadapan langsung dengan Gunung Gawalise. Dipuncak ini, kita akan menemukan tower yang konon di gunakan oleh TNI untuk berkomunikasi pada zaman penjajahan dulu.
” Katanya masih berfungsi, itulah alasan mengapa di puncaknya terpasang tower untuk para TNI saling berkomunikasi. Disini, kami selalu diminta untuk menjaganya. ” kata seorang warga yang ingin memantau wisatawan yang berkunjung di Puncak Matantimali.
Bukan hanya suguhan Kota Yang indah ini ditawarkan, 3 km sebelum puncak ini, kita juga ditawarkan aroma pedesaan yang bangunannya masih menggunakan rotan. Ini adalah Desa Matantimali dan Desa Wayu, disinilah sebagian suku asli Kaili da’a bermukim dan mencari hidup sendiri.
Warganya begitu ramah, senyum khas dengan kulit sawo matang ini begitu menambah pesona Menuju puncak Matantimali.
 
BAGAIMANA CARA KE PUNCAK MATANTIMALI ?
Secara detail, tak sulit mencari lokasi puncak Matantimali dari Kota Palu. Dari Bandara Mutiara Sis Aljufri Palu, naiklah angkot menuju Desa Marawola. Angkot akan membawa kita melintasi 12 kilometer jalan yang cukup baik. Perjalanan dengan ongkos Rp 5 ribu-Rp 10 ribu ini akan berakhir di lapangan Marawola. Dari sini kita akan melanjutkan perjalanan dengan menumpangi ojek ke Desa Porame. Di desa ini sudah tampak puncak tersebut.
Banyak pilihan untuk menuntaskan perjalanan dari Desa Porame menuju Desa Matantimali atau puncak Matantimali berikutnya. Bisa dengan menumpang mobil bak terbuka, yang berarti harus rela menunggu berjam – jam karena mobil jarang melintas. Jika ingin cepat, ojek bisa menjadi pilihan dengan risiko ongkos lebih mahal, anatara Rp 50 ribu – Rp 75 ribu.
Kecuali ojek, angkutan umum hanya akan membawa kita hingga Desa Porame atau tepat di pemandian uwera.
Maka, untuk meneruskan perjalanan berikutnya, tak ada pilihan selain menaiki ojek. Jalan yang berkerikil akan mengantarkan kita sampai ke puncak. Karena tubuh Puncak ini telah terlihat dengan jelas, bayangan bagaimana rasa berada di puncaknya mungkin akan membuat perjalanan itu terasa lebih cepat. Mau menimatinya, ayo berkunjung ke Puncak Matantimali.
 


menapaki objek wisata di kawasan lore sulawesi tengah



by : Rahmat hidayat
Obyek wisata yang menjadi andalan yang ada di Tanah Lore yaitu obyek wisata bird watching di Padeha, air terjun di Wuasa dan Kolori, air panas di Watumaeta dan Lengkeka, jeram di Sungai Lariang di Gintu, camping ground di Wuasa, arung, satwa liar rusa di Torire dan anoa di padang Lelio, Watumaeta, Wuasa serta satwa tarsius di Lengkeka dan juga situs batuan-batuan Situs Batu Megalith yang tersebar di lembah Bada dan Besoa. Di samping itu terdapat pula wisata budaya etnik lokal di lembah Napu dan Bada yang kaya akan adat istiadat.

wilayah ini termasuk juga wisata khusus dan selalu ada keinginan untuk berkunjung kembali ke kawasan yang indah ini. kawasan Lore yang cantik itu saat ini masih dikatakan benar-benar masih perawan. Untuk perjalanan darat dapat ditempuh sekitar 3,5 jam dari Palu atau sekitar 1,5 jam dari Poso, dengan kendaraan roda dua.

Batu Megalith


Pra sejarahnya, disebutkan bahwa nenek moyang orang Indonesia berasal dari daratan cina selatan yang bermigrasi dengan perahu ke arah selatan ribuan tahun yang lalu. Gelombang migrasi ini masuk pula ke Sulawesi dan mereka menetap dipulau ini hingga ke Sulawesi Tengah. Para pengembara ini masuk dalam rumpun ras austronesia yang menyebar dari madagaskar sampai pasifik. Pada saat itu gelombang kedua orang austronesia datang ke sulawesi dengan membawa kebudayaan zaman besi. Dengan alat-alat dari besi ini mereka bisa membuat berbagai model peningglalan dari batu atau dikenal dengan Megalith.

Di kawasan lore lindu terdapat juga peninggalan masa prasejarah Austronesia ini. Pada masanya Sulawesi Tengah diduga menjadi pusat kebudayaan Austronesia ini. Prasasti peninggalan kebudayaan nenek moyang ini berbentuk patung , belanga besar dari batu, lumpang batu dan batu berukir lainnya. Di sekitar Taman Nasional lore lindu lebih dari 350 situs yang ditemukan dan banyak lagi yang belum terungkap. Diduga orang-orang asli di sekitar situs megalit adalah keturunan langsung dari orang-orang yang datang ribuan tahun lalu.

Lore Lindu dan sekitarnya ditetapkan oleh Unesco menjadi cagar biosfer sejak tahun 1977. Meski tempat ini telah menjadi cagar biosfer, namun demikian banyak tangan-tangan yang tidak bertanggung jawab yang mencuri dan memperjualbelikan batu-batu bersejarah ini sebagai barang koleksi. Beberapa waktu lalu harian Kompas sempat memuat berita tentang jual beli batu megalith asal Lore Lindu ini.

Tempat yang menjadi pusat keberadaan megalith ini adalah Lembah Behoa,Napu dan Bada yang berada di sekitar TN. Lore Lindu. Disini terdapat peninggalan berupa megalith dalam jumlah cukup banyak.
Jika melihat megalit di tempat asalnya dapat menimbulkan pertanyaan tersendiri. Bagaimana batu seberat dan sebesar itu dapat ada di tengah hamparan padang. Seperti di situs Pokekea di Kecamatan Lore Tengah Poso. Megalit2 berbentuk belanga raksasa yang disebut Kalamba lengkap dengan penutupnya terletak di tempat yang agak tinggi. mengelompok di tengah padang luas membentang yang kalau dilihat dari jauh mirip-mirip dengan lapangan golf. Sedangkan disekitarnya tidak dijumpai sumber dari batu-batu besar ini.

ru_000137Menurut arkeolog yang meneliti situs ini, sebenarnya ada 3 lokasi situs megalit yaitu, “industri”, pemakaman, pemujaan. Dari lokasi industri, megalith ini batu besar yang sudah dipahat ini ditarik dengan kerbau sampai ke tempat tersebut. Tradisi menarik barang dengan kerbau sampai saat ini masih kita jumpai disekitar kawasan TN Lore Lindu. Di Pulau Sumba model menarik batu dengan kerbau masih dapat dijumpai sampai saat ini.

 Lalu apa guna megalit berbentuk belanga raksasa ini? Bila ditilik lebih jauh kalamba ini melambangkan juga perahu roh yang mengacu pada tradisi nenek moyang yang datang dari laut. Kalamba dalam bahasa lore kuno berarti perahu. Perahu arwah. Ada stratifikasi sosial yang membuat perbedaan dalam bentuk kalamba. Ada tutup untuk orang yang berpangkat lengkap dengan hiasan dan ukiran. Ada tempat menaruh sesaji didalam kalamba tersebut, sepintas mirip tempat sabun kalau jaman sekarang.

Dugaan ini diperkuat oleh penelitian arkeologi tahun 2000 lalu yang menemukan kerangka manusia dalam kalamba. Kerangka itu sempat diidentifikasi dan menunjukkan ras mongoloid. Dan dari identifikasi carbon dating menunjukkan umur minimal 1500-3000 tahun yang lalu.
Sedangkan patung dari batu yang banyak dan berukuran beragam dari kecil sampai 4 meter itu merupakan personifikasi dari orang yang meninggal tersebut.

catatan kruytt meenyebutkan, sebelum kedatangan belanda tahun 1908 di lore, masih berlaku orang membuat kubur dari batu. Dan masih ada tempat pembuatan kalamba untuk penguburan. Jadi prasati batu ini tidak hanya dari masa prasejarah saja, namun ada yang berasal dari masa yang dekat ratusan tahun saja atau megalit muda. Kadang orang melihat semua peninggalan batu ini berasal dari masa ribuan tahun yang lalu saja.

Berbagai macam prasasti peninggalan orang-orang tua kita dulu masih dapat ditemukan di berbagai tempat di Indonesia. Namun sayang agaknya perhatian kita masih tertuju pada masalah-masalah kebutuhan subsisten primitif. Berbagai situs peninggalan masa lalu hanya dibiarkan saja tanpa perhatian.  
Akhir kata : Ayo berkunjung ke lore