Rabu, 20 November 2013

Mengelola Hutan Berbasis Masyarakat

Mengelola Hutan Berbasis Masyarakat
Korban bencana banjir dan longsor adalah mereka yang berdiam di sekitar kawasan hutan. Bencana di Jember — seperti anggapan banyak pihak — terjadi karena pengelolaan hutan di kawasan Gunung Argopuro yang tidak mengindahkan nilai-nilai sosial, budaya dan terutama ekologis. Begitu pula bencana di kawasan lainnya. Itu terjadi karena hutan dikelola secara tidak berkelanjutan.
Hutan Indonesia salah satu yang terluas di dunia. Itu sebabnya Indonesia disebut sebagai “paru-paru dunia”. Sejalan dengan laju pembangunan, hutan-hutan mengalami perubahan yang sangat serius. Penebangan yang dilakukan oleh banyak pihak, mulai pengusaha besar pemegang HPH, oknum aparat, sampai penduduk sekitar hutan, telah menjadikan hutan begitu eksploitatif dan sangat rusak. Penebangan hutan tanpa penanaman kembali serta tidak diindahkannya kelestarian hutan, semakin memperparah kondisi hutan.
Pemanfaatan hutan yang dilakukan manusia memberi kontribusi yang tidak sedikit bagi kerusakannya. Penanganan serius atas masyarakat sekitar hutan yang hidupnya sangat tergantung pada apa yang disediakan oleh hutan haruslah dilakukan. Perlu dicarikan pola hubungan yang harmonis antara masyarakat sekitar hutan dengan lingkungan hutan sebagai tempat hidupnya.
Berbasis Masyarakat
Pola hubungan saling ketergantungan antara manusia dan hutan dalam suatu interaksi sistem kehidupan adalah keniscayaan. Hutan di negeri ini mendapat beban demikian lama dan berat sebagai penggerak perekonomian bangsa, dan kini telah sampai pada titik nadir berakumulasinya masalah sosial, ekonomi, budaya dan ekologi.
Jika tekanan terhadap hutan terus terjadi, maka hutan akan semakin berkurang dan bencana dampak ekologi akan berantai ke sektor-sektor lain, dan pada gilirannya akan berdampak pada kehidupan masyarakat secara luas (Isnaeny, 2004). Beberapa terobosan untuk menata pengelolaan hutan Indonesia harus segera dilakukan. Pengelolaan hutan yang berbasis pada masyarakat (social forestry) mungkin menjadi salah satu alternatif yang perlu mendapatkan pembahasan dan perhatian yang serius dari semua pihak. Pengelolaan hutan dalam social forestry meliputi seluruh kegiatan pengelolaan secara komprehensif yaitu menanam, memelihara, dan memanfaatkan.
Untuk terlaksananya pengelolaan yang komprehensif perlu penguatan kelembagaan kemitraan antara masyarakat, dunia usaha, dan pemerintah. Di samping kelembagaan kemitraan, penguatan sistem pengelolaan dan sistem usaha berbasis masyarakat sangat menentukan keberhasilan social forestry.
Kini masalahnya adalah bagaimana pengelolaan hutan berbasis masyarakat terkait dengan konsep ekologi yang berkelanjutan.
Rambo (1982) menyatakan bahwa sistem sosial dan ekosistemnya selalu menunjukkan interaksi dinamik dan terjadi perubahan pada sistem yang disebabkan oleh sistem yang lain, sehingga menimbulkan perubahan baru pada sistem tersebut. Interaksi ini adalah sebuah gaya yang tidak terputus.
Interaksi antara dua sistem dapat dianalisis melalui perpindahan (aliran) energi, material dan informasi antara dua sistem tersebut dengan komponen individualnya. Dalam interaksi antara lingkungan alam (ekosistem) dan manusia, manusia merupakan pelaku pembangunan.
Masyarakat di dalam dan sekitar hutan dengan kehidupan yang bersentuhan langsung dengan hutan merasakan dampak keberadaan hutan secara langsung, baik dalam arti positif maupun negatif. Maka sangat beralasan menempatkan masyarakat di dalam dan sekitar hutan sebagai mitra utama pengelolaan hutan menuju hutan lestari.




1 komentar:

  1. Terimakasih atas informasinya

    irhamabdulazis271.student.ipb.ac.id

    BalasHapus

sehabis membaca, tinggalkan pesan anda ya.. sehingga saya bisa tau respon dari orang-orang yang mampir diblog saya.. ok???