Rabu, 20 November 2013

cara meningkatkan produktivitas lahan terdegradasi



1. Aplikasi usaha tani konservasi

Keadaan lahan kritis dapat diperbaiki melalui penerapan usaha tani konservasi (conservation farming) 
yaitu bentuk budidaya pertanian yang menekankan pemanfaatan lahan sekamsimal mungkin sepanjang tahun dengan memperhatikan kaidah-kaidan atau teknik konservasi. Tujuan utamanya adalah untuk mencegah kerusakan tanah, mempertahankan dan meningkatkan produktivitas maupun kesuburan tanahnya (Rukmana, 1995). Kunci keberhasilan budidaya tanaman pangan berkelanjutan antara lain:

 a) mengusahakan agar tanah tertutup tanaman sepanjang tahun guna melindungi tanah dari erosi dan pencucian b) mengembalikan sisa-sisa tanaman, kompos dan pupuk kandang ke dalam tanah guna memperbaiki/mempertahankan bahan organik tanah (Effendi et al, 1986). Kebiasaan petani dalam mengusahakan tanaman pangan sebagian besar limbah pertaniannya diangkut keluar untuk pakan ternak dan kayu bakar, dibakar pada saat persiapan tanah atau terbawa erosi, oleh karena itu makin lama kandungan bahan organik tanah makin menurun dan diikuti oleh peningkatan erosi tanah karena kurangnya tindakan konservasi tanah.


Pengusahaan budidaya tanaman yang dapat menutup permukaan tanah sepanjang tahun merupakan tindakan konservasi vegetatif yang baik. Tindakan tersebut akan lebih baik lagi jika sisa tanaman juga dikembalikan sebagai tambahan bahan organik tanah. Bahan organik yang tinggi tidak hanya akan menambah nutrisi tanah setelah melapuk, tetapi juga dapat berperan sebagai penyanggah dari pupuk yang diberikan, mengikat air lebih baik dan meningkatkan daya infiltrasi tanah dari curah hujan yang jatuh akhirnya dapat mengurangi erosi dan aliran permukaan serta dapat meningkat produksi dan pendapatan petani. Toha dan Abdurahman (1991) mengemukakan bahwa pemberian mulsa lamtorogung 30 ton/ha dengan tanpa pupuk N dapat mengimbangi pemupukan 45 kg N/ha dengan tanpa mulsa.
2. Penggunaan Amelioran
Penggunaan pupuk organik (pupuk kandang atau pupuk hijau ) dan kapur dapat meningkatkan efisiensi pemakaian pupuk anorganik, karena kedua unsur tersebut dapat meningkatkan daya pegang air dan hara di tanah, sementara itu, residu pupuk diharapkan dapat mengurangi jumlah pemakaian pupuk anorganik pada tanam berikutnya. Hasil penelitian Arief dan Irman (1993) disimpulkan bahwa pemberian amelioran berupa kapur, pupuk kandang, daun gamal, jerami padi dan kiserit mampu meningkatkan hasil padi gogo dan kedelai di tanah podzolik merah kuning. Selain itu dapat dilakukan dengan penggunaan zeolit yang merupakan kelompok mineral aluminosilikat yang memiliki ciri-ciri seperti: mempunyai struktur yang khas, permukaan yang luas dan muatan negatif yang tinggi, mengandung kation (seperti: Na+, K+, Ca2+, Mg2+). Sehubungan dengan sifat-sifat tersebut bahan ini dapat digunakan sebagai: penjerap unsur atau senyawa yang tidak diinginkan seperti logam berat, pembawa unsur hara, meningkatkan kapasitas penyangga tanah, dapat menyimpan air. Oleh karena itu kelompok mineral ini mempunyai prospek untuk bahan remediasi lahan bekas tambang. Penggunaan zeolit dapat dilakukan dengan cara-cara ditebarkan langsung ke tanah sebagai bahan pembenah tanah, dicampur dengan pupuk untuk meningkatkan efisiensinya, sebagai campuran media tumbuh tanaman dan penjernih air kolam atau tambak ikan dengan cara ditebar.
Cara lain yang bisa dilakukan untuk meningkatakan pertumbuhan tanaman dilahan ktritis yang mengalami kendala rehabilitasi lahan akibat kurangnya unsur hara, fiksasi P yang tinggi, pH sangat asam, toksisitas alumunium dan rendahnya bahan organik adalah dengan penggunaan mikorisa (Santoso dkk, 2006). Menurut Nuhamara (1994) sedikitnya ada 5 hal yang dapat membantu perkembangan tanaman dari adanya mikoriza ini yaitu dapat meningkatkan absorpsi hara dari dalam tanah, berperan sebagai penghalang biologi terhadap infeksi patogen akar, meningkatkan ketahanan tanaman terhadap kekeringan dan kelembaban yang ekstrim, meningkatkan produksi hormon pertumbuhan dan zat pengatur tumbuh lainnya seperti auxin dan menjamin terselenggaranya proses biogeokemis.
3. Sistem Budidaya Lorong
Budidaya lorong adalah upaya pemanfaatan lahan dengan tanaman tahunan dan tanaman semusim. Tanaman semusim ditanam di lorong tanaman pagar yang umumnya berupa famili kacang-kacangan. Tanaman pagar berfungsi sebagai penahan erosi dan penghasil bahan organik yang dapat meningkatkan produktivitas lahan (IPB, 1987). Hasil penelitian Evenson dan Jost (1986) di Sitiung, Sumatera Barat, menunjukkan bahwa tanaman pagar jenis Albisia menghasilkan biomas dan nitrogen lebih banyak dibanding Kaliandra. Sedangkan Adiningsih dkk, (1986) mengemukakan bahwa di Kuamang Kuning, Jambi, Kalindra dan Lamtoro menghasilkan biomas lebih banyak daripada Flemengia congesta. Hasil penelitian Hakim et al., (1993) menunjukkan bahwa budidaya lorong dengan rumput raja (king grass) sebagai tanaman pagar dan rotasi jagung-kedelai atau jagung-jagung sebagai tanaman lorong, dapat disarankan pada lahan kritis. Rumput raja selain sebagai pupuk hijau juga dapat menekan laju erosi. Penanaman dengan jenis-jenis legum cover crop pada bawah tegakana diharapkan akan meningkatkan ketersediaan unsur hara melalui pengikatan nitrogen (nitrogen fixing) dan tambahan bahan organik tanah.
4. Perlakuan Pertanian Organik
Pertanian organik adalah suatu bentuk pertanian yang tidak menggunakan input sintesis seperti pestisida dan pupuk sehingga dapat menjaga keberlanjutan sistem dalam waktu yang tidak terhingga. Namun demikian, pertanian organik bukan sekedar pertanian tanpa bahan kimia. Pertanian organik menggunakan teknik-teknik seperti rotasi tanaman, jarak tanam yang mencukupi antar tanaman, penggabungan bahan organik ke dalam tanah dan penggunaan pengendalian biologi untuk menaikkan pertumbuhan tanaman yang optimum dan meminimumkan masalah hama. Pemakaian pestisida organik dipertimbangkan sebagai upaya terakhir dan digunakan dengan hemat. Keberhasilan pertanian organik tergantung pada program pengelolaan penggunaan input-input secara intensif dalam rangka menghasilkan produktivitas tanaman yang optimum. Pelaksanaan pengelolaan pertanian organik terdiri atas: (a)  penambahan bahan organik terdekomposisi, (b) rotasi tanaman untuk meningkatkan kesuburan dan mengurangi serangan hama dan penyakit, (c) memakai pupuk hijau dan tanaman penutup untuk memperbaiki kesuburan tanah, meningkatkan populasi organisme yang bermanfaat dan mengurangi erosi, (d) pengurangan pengolahan tanah (minimum tillage) untuk memperbaiki struktur tanah dan mengurangi erosi, (e) memakai tanaman penangkal (trap crops), jasad pengendali biologi dan teknik manipulasi habitat lainnya (seperti tumpang sari atau penggunaan pembatas) untuk mempertinggi mekanisme pengendalian biologi alami pada pertanian, dan (f)   pembuatan zona penyangga dan pembatas untuk menandai area penghasil organik dan membantu melindungi area tersebut dari bahan-bahan terlarang. Zona penyanga ditanami dengan tanaman pemecah angin (wind breaker) atau tanaman yang bukan untuk dipanen
Dalam kegiatan penanaman huatan dilahan terdegradasi dapat dilakukan dengan penerapan teknik pemberian mulsa vertikal, yaitu limbah hutan berupa seresah, sisa-sisa kayu, cabang, ranting dan bahan organik lainnya dimasukkan ke dalam lubang yang dibuat berupa saluraan menurut konturnya sehingga akan terdekomposisi dan menjadi sumber unsur hara bagi tanaman (Pratiwi, 2006).
5. Seleksi Tanaman Adaptif Pada Kondisi Cekaman Lingkungan
Masalah mendasar dan tantangan berat yang harus dihadapi pada lahan kritis adalah bagaimana mengubah lahan tersebut menjadi lahan produktif dan bagaimana menghambat agar lahan kritis tidak semakin meluas. Karena itu berbagai teknik rehabilitasi dan sistem budidaya yang tepat telah banyak dicobakan pada lahan kritis tersebut. Upaya-upaya yang selama ini dilakukan membutuhkan biaya yang cukup besar dan memerlukan dukungan semua pihak serta perlu dukungan ahli ekofisiologi dan pemulia tanaman untuk menghasilkan varietas tanaman pangan yang adaptif pada lahan kritis yang memiliki karakteristik cekaman lingkungan tertentu (kesuburan rendah, ketersediaan air terbatas/berlebih dan lain-lain). Tanaman pangan adaptif yang dimaksud adalah tanaman yang di satu sisi mampu beradaptasi dan di sisi lain mampu berproduksi secara optimal sehingga dapat diharapkan sebagai penyedia pangan di masa mendatang




1 komentar:

  1. Terimakasih atas informasinya

    irhamabdulazis271.student.ipb.ac.id

    BalasHapus

sehabis membaca, tinggalkan pesan anda ya.. sehingga saya bisa tau respon dari orang-orang yang mampir diblog saya.. ok???