Kamis, 18 April 2013

jurnal budidaya kehutanan


PENGARUH BEBERAPA JENIS PUPUK HAYATI TERHADAP PERTUMBUHAN SEMAI TANAMAN  SENGON (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen) PADA MEDIUM TUMBUH  TANAH BEKAS TAMBANG EMAS

Moh Azwar1),  Yusran2), Retno Wulandari3)
1) Mahasiswa Program S1 Kehutanan
2) Dosen Pembimbing
Fakultas Kehutanan, Universitas Tadulako
Palu, Sulawesi Tengah 94112

Absract
Mikrobai is biofertilizer to improve decision nutrients by plants from the soil or air. Sengon (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) is an exotic plant that has good hopes for development as forest plants and penghijaun. This study aimed to determine the effect of several types of biological fertilizers on crop seedling growth sengon (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) in the growing medium of ex-gold mine.
This study was conducted from August to October in 2012 and implemented in the Green House and the Laboratory of Forestry, Faculty of Forestry, University of Tadulako, Palu, Central Sulawesi. The study was designed by using a completely randomized design (CRD), which consists of four (4) the control treatment (P0), T. harzianum (P1), P. fluorescens (p2), and B. amyloliquefaciens (P3). The variables measured were plant height, number of leaves, fresh weight biomass (crown and root) and wet weight biomass (crown and root).
Biofertilizer T. harzianum, giving a better effect in improving seedling growth sengon (Paraseriantes falcataria (L) Nielsen) in the growing medium soil gold mined compared with bacteria P. fluorescens and B. amyloliquefaciens. Nevertheless bacterium P. fluorescens and B. amyloliquefaciens give a better effect compared to controls.
Abstrak
Mikrobia adalah pupuk hayati untuk meningkatkan pengambilan hara oleh tanaman dari dalam tanah atau udara. Umumnya digunakan mikrobia yang mampu hidup bersama (simbiosis) dengan tanaman inangnya. Sengon (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) merupakan tanaman eksotik yang mempunyai harapan baik untuk dikembangkan sebagai tanaman hutan dan penghijaun, mengingat pertumbuhannya sangat cepat dan penanamannya tidak begitu sulit. Tujuan dari kegiatan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh beberapa jenis pupuk hayati pada medium tumbuh  tanah bekas tambang emas terhadap pertumbuhan semai  sengon. Penelitian ini dilaksanakan mulai dari bulan Agustus-Oktober 2012 bertempat di Green House dan Laboratorium Kehutanan, Fakultas Kehutanan, Universitas Tadulako, Palu, Sulawesi Tengah. Penelitian ini dirancang dengan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL)  yang terdiri atas empat (4) perlakuan yaitu kontrol (P0), T. harzianum (P1), P. fluorescens (p2), dan B. amyloliquefaciens (P3). Variabel yang diamati adalah tinggi tanaman, jumlah daun, berat Basa total dan berat kering total. Uji lanjut Beda Nyata Terkecil (BNT) dilakukan untuk melihat perbedaan diantara perlakuan jenis pupuk hayati yang dicobakan pada semua variabel pengamatan.
Pupuk hayati T. harzianum memberikan pengaruh yang lebih baik dalam meningkatkan pertumbuhan semai sengon (Paraseriantes falcataria (L) Nielsen) pada medium tumbuh tanah bekas tambang emas dibandingkan dengan bakteri P. fluorescens, dan B. amyloliquefaciens. Meskipun demikian bakteri P. fluorescens, dan B. amyloliquefaciens memberikan pengaruh yang lebih baik dibandingkan dengan kontrol.

1.    PENDAHULUAN


1.1      Latar Belakang
Pada umumnya proses penambangan emas di Kelurahan Poboya, Kodya Palu, Sulawesi Tengah, dilakukan dengan teknik penambangan terbuka (open pit), yaitu dengan membuka lahan (land clearing), mengupas tanah pucuk (stripping top soil), mengupas dan menimbun tanah penutup (over burden stripping). Teknik ini, telah menyebabkan kerusakan kondisi fisik, kimia, dan biologis tanah tambang. Sudiana (1999), menyatakan bahwa lahan bekas tambang termasuk kedalam jenis lahan kritis, yaitu suatu lahan yang tidak produktif ditinjau dari penggunaan pertanian. Oleh karena itu kegiatan perbaikan pasca penambangan mutlak diperlukan untuk mengembalikan produktivitas lahan tersebut..
Degradasi pada lahan bekas tambang emas di Poboya meliputi perubahan sifat fisik dan kimia tanah, penurunan drastis jumlah spesies baik flora, fauna serta mikroorganisme tanah, terbukanya kanopi yang menyebabkan suatu tanah cepat kering dan terjadinya perubahan mikroorganisme tanah, sehingga lingkungan tumbuh menjadi kurang optimal bagi tumbuhan (Harianto, 2008).
Upaya perbaikan lahan bekas tambang emas di Kelurahan Poboya telah dilakukan masyarakat setempat dan pemerintah kota Palu, yaitu dengan menanam sejumlah pohon tertentu. Hidayati dkk (1995) melaporkan bahwa untuk membantu keberhasilan reklamasi dengan, aplikasi pupuk hayati yang mengandung mikroorganisme yang menguntungkan juga perlu diterapkan, karena ramah lingkungan (Ngadiman, 2000).
Pupuk hayati merupakan salah satu bahan yang sangat penting dalam upaya memperbaiki kesuburan tanah.  Penggunaan pupuk hayati tidak akan meninggalkan residu pada hasil tanaman sehingga aman bagi kesehatan manusia. Selain itu penggunaan pupuk hayati diharapkan dapat meningkatkan kesehatan tanah dan memacu pertumbuhan tanaman (Hakim, 1988). Penelitian ini mengunakan pupuk hayati (Biofertilizer) dari jenis Jamur (T. harzianum) dan jenis Bakteri (P. fluorescens dan B. amyloliquefaciens), Subba Rao (1982) menyatakan bahwa pupuk hayati jenis jamur (T. harzianum) dan jenis bakteri (P. fluorescens dan B. amyloliquefaciens) ini mampu meningkatkan kandungan hormon tumbuh tanaman dan sebagian besar dapat menghambat jamur patogen akar.
Reklamasi merupakan kegiatan yang dilakukan untuk memperbaiki lahan pasca penambangan. Reklamasi adalah kegiatan pengelolaan tanah yang mencakup perbaikan kondisi fisik tanah yang kemudian dilanjutkan dengan kegiatan revegetasi. Namun upaya perbaikan dengan cara ini masih dirasakan kurang efektif karena  secara umum kurang bisa beradaptasi dengan lingkungan ekstrim termasuk bekas lahan tambang emas. Oleh karena itu teknik lain untuk memperbaiki lahan bekas tambang di Paboya perlu dilakukan, salah satunya dengan pemberian pupuk hayati yang mengandung mikroorganisme yang menguntungkan. Saat ini beberapa jenis jamur dan bakteri telah dimanfaatkan untuk mengembalikan kualitas/kesuburan tanah. Hal ini karena secara umum jamur dan bakteri mampu menguraikan bahan organik dan membantu proses mineralisasi di dalam tanah, sehingga mineral yang dilepas akan diserap oleh tumbuhan  (Lusiana, 2000).
Pemilihan  Leguminosae dalam program reklamasi lahan bekas tambang adalah sangat dianjurkan karena jenis ini memiliki daya adaptasi yang tinggi dilapangan serta jenis  ini penyerap partikel limbah. Salah satu jenis  leguminosae yang jenis digunakan adalah : Sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen).
1.2    Rumusan Masalah
Masalah utama yang timbul pada wilayah bekas tambang emas adalah perubahan lingkungan misalnya perubahan kimiawi yang berdampak terhadap air tanah dan air permukaan kemudian berlanjut secara fisik keperubahan morfologi dan topografi lahan. Lebih jauh lagi adalah perubahan iklim mikro yang disebabkan perubahan kecepatan angin, gangguan habitat biologi berupa flora dan fauna, serta penurunan produktivitas tanah.
Kegiatan penghijaun sangat diperlukan untuk mengatasi kerusakan lingkungan pertambangan, namun kendala-kendala yang dihadapi cukup banyak diantaranya kondisi tanah yang marginal, bahan organiknya sangat sedikit, jumlah mikroorganisme tanah potensial sangat minimum dan kandungan hara sangat rendah sehingga pertumbuhan  menjadi lambat. Dalam mengatasi masalah ini berbagai upaya perbaikan lahan dan upaya pemilihan jenis  yang tepat perlu diterapkan dan dikombinasikan dengan pupuk hayati yang mempunyai kemampuan mendukung pertumbuhan.




1.3    Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh beberapa jenis pupuk hayati terhadap pertumbuhan semai   sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen) pada medium tumbuh  tanah bekas tambang emas yang diperoleh dari Kelurahan Poboya Kecamatan Palu Timur, Kodya Palu, Sulawesi tengah.
Kegunaan hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi pengaruh beberapa jenis pupuk hayati terhadap pertumbuhan semai  sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen) pada medium tumbuh tanah bekas tambang emas. Selain itu diharapkan informasi dari hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai pembanding bagi penelitian sebelumnya
1.4    Hipotesis penelitian.
1.        Pemberian pupuk hayati dapat memberikan pengaruh yang baik bagi pertumbuhan semai tanaman (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen).
2.    Terdapat pengaruh yang berbeda di antara ke-3 jenis pupuk hayati terhadap pertumbuhan semai tanaman (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen).


2.      METODOLOGI PENELITIAN


2.1    Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan mulai dari bulan Agustus-Oktober 2012 dan di Green House dan Laboratorium Kehutanan Fakultas Kehutanan, Fakultas Kehutanan, Universitas Tadulako, Palu, Sulawesi Tengah.
2.2    Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian antara lain:
1.        Komputer untuk mengolah data dan pembuatan laporan penelitian
2.        Kamera, sebagai alat untuk dokumtasi dalam kegiatan penelitian.
3.        Alat tulis menulis (pulpen/pensil dan buku).
4.        Kalkulator untuk menghitung data.
5.        Autoclave untuk mensterilisasi alat dan medium yang akan digunakan.
6.        Oven untuk mengeringkan sampel akar.
7.        Timbangan elektrik untuk menimbang berat media tanam dan sampel penelitian.
8.        Pot plastik sebagai wadah media tumbuh.
9.        Plastik/baskom besar untuk mencampur media
10.    Alat tulis menulis (pulpen, pensil dan buku).

Bahan yang digunakan adalah meliputi :
1.        Pupuk hayati yang terdiri atas : (T. harzianum, P. fluorescens dan B. amyloliquefaiens).
2.        Benih semai sengon (Paraserianthes falcataria (L)  Nielsen).
3.        Tanah bekas tambang emas yang diperoleh dari Kelurahan Poboya Kecamatan Palu Timur Kodya Palu.
4.        Alkohol/Ethanol 70% untuk sterilisasi benih tanaman.
5.        Aquades steril.
2.3    Prosedur Pelaksanaan
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri atas empat (4) perlakuan yaitiu :
P0 = Tanpa pupuk hayati (kontrol).
P1 = T. harzianum 5 ml/pot.
P2 = P. fluorescens 5 ml/pot.
P3 = B. amyloliquefaciens 5 ml/pot.
Setiap perlakuan tersebut diulang masing-masing sebanyak delapan (8) kali sehingga total keseluruhan sampel yaitu tiga puluh dua (32) sampel.
2.3.1        Pengumpulan dan Penyediaan Bahan-bahan penelitian
Pengumpulan bahan baku yaitu berupa pupuk hayati, benih semai sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen) dan tanah bekas tambang emas yang merupakan media tumbuh tanaman dalam penelitian ini.
1.        Pupuk hayati didapatkan dari koleksi di Laboratorium KehutananFakultas Kehutanan Universitas Tadulako.
2.        Benih semai sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen) yang diperoleh dai Laboratorium KehutananFakultas Kehutanan Universitas Tadulako.
3.        Tanah bekas tambang yang digunakan sebagai media pertumbuhan diperoleh dari areal pertambangan emas Kelurahan Poboya Kecamatan Palu Timur, Kodya Palu, Sulawesi Tengah, selanjutnya dilakukan pengayakan untuk mendapatkan ukuran tanah yang lebih halus dan seragam.

2.3.2        Pelaksanaan di Green House
Tanah yang telah diayak secara halus, kemudian dicampur dengan pasir halus dengan perbandingan tanah pasir adalah 3:1. Campuran tanah dengan pasir tersebut di campur dengan air sampai lembab lalu dimasukkan kedalam pot berukuran 2 kg. Sebelum disemai, benih  semai sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen) direndam pada air dengan suhu 80­0 C selama 5 menit (untuk mematahkan dormansi biji)  kemudian disterilisasi dengan merendam di ethanol 70% selama 1 menit, selanjutnya dicuci dengan aquades steril sebanyak 6 kali.
Pemberian pupuk hayati dilakukan pada saat benih semai sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen) disemai dalam pot, kemudian benih semai sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen) sebanyak 2 biji disemai dalam setiap pot, setelah umur 10 hari disisakan 1 tanaman perpot.
2.3.3        Pelaksanaan Laboratorium
Setelah umur 3 bulan, sampel tanaman dipanen tajuk maupun akarnya, kemudian di timbang untuk mengetahui berat Basanya. Akar setiap sampel tanaman dicuci dengan air bersih lalu dipotong sesuai prosedur analisis.
2.3.4        Variabel Yang Diamati
Adapun variabel yang diamati adalah sebagai berikut :
1.        Tinggi tanaman, pengamatan tinggi tanaman (cm) dilakukan dengan cara mengukur tinggi tanaman mulai dari pangkal akar sampai pada pucuk batang.
2.        Jumlah daun (helai) ditentukan dengan menghitung jumlah daun yang utuh, pengamatan ini dilakukan pada akhir pengamatan.
3.        Berat Basa dan berat kering tajuk (Biomasa), dilakukan pada akhir pengamatan.


2.3.5        Analisis Data
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari empat (4) perlakuan dan setiap perlakuan diulang sebanyak 8 kali ulangan, sehingga total sampel keseluruhan sebanyak 32 sampel.
Dengan menggunakan rumus (Gaspersz, 1991) sebagai berikut
ij  = u + τ­i + €ij
Dimana :      
            Y­ij          =          Nilai pengamatan dari perlakuan ke-i pada ulangan ke-j
            u          =          Nilai tengah umum
            τ­i          =          Tambahan akibat pengaruh perlakuan ke-i
ij           ­=          Tambahan akibat acak galat percobaan dari perlakuan ke-i
           pada ulangan ke-j.
Uji lanjut Beda Nyata Terkecil (BNT) dilakukan jika hasil analisis sidik ragam menunjukan bahwa perlakuan pupuk hayati berpengaruh nyata terhadap semua variabel pengamata.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1  Hasil
4.1.1        Tinggi Tanaman Semai Sengon (cm)
            Hasil pengamatan tinggi semai sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen) disajikan pada lampiran 1a. Untuk mengetahui pengaruh berbagai perlakuan terhadap tinggi sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen) maka dilakukan analisis keragaman seperti terlihat pada tabel 1 berikut.

Tabel 1. Hasil Analisis Sidik Ragam  Tinggi Semai Sengon (cm)

SK

DB

JK

KT

F Hitung

F Tabel
5%
1%
Perlakuan
3
187,896
62,632
77,55**
2,950
4,568
Galat
28
22,613
0,0807



Total
31
210,59




Keterangan : ** Berpengaruh sangat nyata   

Hasil analisi sidik ragam memperlihatkan bahwa perlakuan pemberikan pupuk hayati berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi semai sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen). Untuk mengetahui perlakuan yang berbeda dilakukan uji lanjutan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) seperti terlihat pada tabel 2 berikut.

Tabel 2. Hasil Uji Beda Nyata Terkcil Pada Berbagai Perlakuan Terhadap Tinggi  Semai Sengon
Perlakuan
Nilai rata-rata
BNT 0.5
P1
10,325a
P3
 8,225b
0,92
P2
7,412b
P0
3,625c

Keterangan : Nilai yang diikuti oleh huruf sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNT 5%

            Berdasarkan hasil uji beda nyata terkecil (BNT) 5% pengamatan tinggi tanaman sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen) umur 3 bulan  pada tabel 2 menunjukan bahwa nilai rata-rata tertinggi diperoleh pada perlakuan  dengan mengunakan pupuk hayati T. harzianum (P1) sebesar 10,325 cm yang berpengaruh nyata dengan perlakuan kontrol (P0) 3,625 cm, tetapi B. amyloliquefaciens (P3) 8,225 cm tidak berpengaruh nyata dengan P. fluorescens (P2) 7,412 cm yang di aplikasikan pada tanah bekas tambang emas.
4.1.2        Jumlah Anak Daun Semai Sengon
Hasil pengamatan jumlah daun semai sengon(Paraserianthes falcataria (L) Nielsen) pada akhir pengamatan (3 bulan) disajikan pada lampiran 2a. Untuk mengetahui pengaruh berbagai perlakuan pupuk hayati terhadap jumlah daun sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen) maka dilakukan analisis keragaman seperti terlihat pada tabel 3 berikut

Tabel 3. Hasil Analisis Sidik Ragam Jumlah Anak Daun Sengon


SK

DB

JK

KT

F Hitung

F Tabel
5%
1%
Perlakuan
3
574,00
224,833
44,68**
2,950
4,568
Galat
28
141,00
5,035



Total
31
815,50




Keterangan : **Berpengaruh sangat nyata    

Hasil analisi sidik ragam memperlihatkan bahwa perlakuan pupuk hayati memberikan pengaruh sangat nyata terhadap jumlah daun sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen). Untuk mengetahui perlakuan yang berbeda dilakukan uji lanjutan dengan Uji Beda Nyata terkecil (BNT) seperti terlihat pada tabel 4 berikut.

Tabel 4. Hasil Uji Beda Nyata Terkcil Pada Berbagai Perlakuan Jumlah Daun Sengon
Perlakuan
Nilai rata-rata
BNT 5%
P1
21,25a
P3
 18,00b
2,29
P2
15,50c
P0
8,750d

Keterangan : Nilai yang diikuti oleh huruf sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNT 5%

            Berdasarkan hasil Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) 5% pengamatan jumlah daun sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen) umur 3 bulan  pada tabel 4 menunjukan bahwa nilai rata-rata tertinggi diperoleh pada perlakuan  dengan menggunakan pupuk hayati T. harzianum (P1) berpengaruh nyata dengan perlakuan kontrol (Po), P. fluorescens (P2) dan B. amyloliquefaciens (P3) yang di aplikasikan pada tanah bekas tambang emas.



4.1.3        Berat Basa Total Semai sengon
Hasil pengamatan berat Basa Total sengon sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen) pada akhir pengamatan (3 bulan) disajikan pada lampiran 3a. Untuk mengetahui pengaruh berbagai perlakuan pupuk hayati terhadap berat Basa Total sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen) maka dilakukan analisis keragaman seperti terlihat pada tabel 5 berikut.


Tabel 5. Hasil Analisis Sidik Ragam Berat Basa Total Sengon (gr)
SK

DB

JK

KT

F Hitung

F Tabel
5%
1%
Perlakuan
3
0,1468
0,0489
45,561**
2,950
4,568
Galat
28
0,0300
0,0010



Total
31
0,1768




Keterangan : **Berpengaruh sangat nyata

Hasil analisi sidik ragam memperlihatkan bahwa perlakuan pupuk hayati memberikan pengaruh sangat nyata terhadap berat Basa Total sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen). Untuk mengetahui perlakuan yang berbeda dilakukan uji lanjutan dengan uji beda nyata terkecil (BNT) seperti terlihat pada tabel 6 berikut.

Tabel 6. Hasil Uji Beda Nyata Terkcil Pada Berbagai Perlakuan Terhadap Berat Basa Total Sengon
Perlakuan
Nilai rata-rata
BNT 0.5
P1
0,255a
P3
0,210b
0,033
P2
0,176b
P0
0,071c

Keterangan : Nilai yang diikuti oleh huruf sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNT 5%

            Berdasarkan hasil uji beda nyata terkecil (BNT) 5% pengamatan berat Basa Total sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen) umur 3 bulan  pada tabel 6 menunjukan bahwa nilai rata-rata tertinggi diperoleh pada perlakuan  dengan menggunakan pupuk hayati T. harzianum (P1) berbeda nyata dengan perlakuan kontrol (P0), tetapi B. amyloliquefaciens (P3) tidak berbeda nyata dengan P. fluorescens (P2) yang di aplikasikan pada tanah bekas tambang emas.

4.1.4 Berat Kering Total Semai Sengon (gr).
Hasil pengamatan total berat kering Total semai sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen) pada akhir pengamatan (3 bulan) disajikan pada lampiran 4a. Untuk mengetahui pengaruh berbagai perlakuan terhadap berat kering Total sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen) maka dilakukan analisis keragaman seperti terlihat pada tabel 7 berikut.

Tabel 7. Hasil Analisis Ragam Berat Kering Total Semai Sengon (gr)
SK

DB

JK

KT

F Hitung

F Tabel
5%
1%
Perlakuan
3
0,0299
0,0099
13,654**
2,950
4,568
Error
28
0,0204
0,0007



Total
31
0,0503




Keterangan : **Berpengaruh sangat nyata

Hasil analisi sidik ragam memperlihatkan bahwa perlakuan pupuk hayati memberikan pengaruh sangat nyata terhadap berat kering Total sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen). Untuk mengetahui perlakuan yang berbeda dilakukan uji lanjutan dengan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) seperti terlihat pada tabel 8 berikut.

Tabel 8. Hasil uji beda nyata terkcil pada berbagai perlakuan terhadap berat kering Total semai sengon (gr)
Perlakuan
Nilai rata-rata
BNT 0.5
P1
0,113a
P3
0,068b
0,026
P2
0,043b
P0
0,035c

Keterangan : Nilai yang diikuti oleh huruf sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNT 5%

            Berdasarkan hasil uji beda nyata terkecil (BNT) 5% pengamatan berat kering Total semai sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen) umur 3 bulan  pada tabel 8 menunjukan bahwa nilai rata-rata tertinggi diperoleh pada perlakuan  dengan menggunakan pupuk hayati T. harzianum (P1), B. amyloliquefaciens dan P. fluorescens (P2) berpengaruh nyata dengan perlakuan kontrol (P0).
4.2  Pembahasan
            Pertumbuhan tanaman sangat dipengaruhi oleh ketersediaan unsur hara dalam tanah. Menurut Islami dan Utomo (1995), tanaman dapat tumbuh serta mampu memberi hasil baik jika tumbuh pada tanah yang cukup kuat menunjang tegaknya tanaman, tidak mempunyai lapisan penghambat perkembangan akar, aerasi baik, kemasaman di sekitar netral, tidak mempunyai kelarutan garam yang tinggi, cukup tersedia unsur hara dan air dalam kondisi yang seimbang.
Hasil percobaan menunjukan bahwa dari 4 parameter yang di amati, pemberian pupuk hayati (Biofertilizer) dari jenis jamur yaitu T. harzianum dan jenis bakteri yaitu P. fluorescens dan B. amyloliquefaciens berpengaruh sangat nyata terhadap pertumbuhan tinggi, jumlah anak daun, berat basa total dan berat kering total semai sengon. Dari keempat perlakuan tersebut memberikan pengaruh yang berbeda-beda terhadap tinggi, jumlah anak daun, berat basa total dan berat kering. Perbedaan pengaruh dari pemberian pupuk hayati ini diduga dipengaruhi oleh kandungan hara yang ada pada media tanah tailing yang diperoleh dari Kelurahan Poboya Kecamatan Palu Timur Kodya Palu. Hasil analisis terhadap sifat kimia tanah menunjukan bahwa sampel tanah yang digunakan dalam penelitian ini memiliki pH 5,2 sehingga digolongkan kedalam jenis tanah masam. Prihastuti, 2007 dalam Milna (2008) menyatakan bahwa permasalahan utama pada tanah masam adalah kurang tersedianya unsur hara makro, terutama unsur hara makro P bagi tanaman. Secara lengkap hasil analisis sifat kimia tanah dicantumkan pada lampiran analisis tanah
Dari hasil percobaan pengaruh pupuk hayati yang lebih tinggi terlihat pada perlakuan T. harzianum (P1) terlihat pada tabel pengamatan parameter tinggi, jumlah anak daun, berat basa total dan berat kering bila total dibandingkan dengan perlakuan kontrol (P1), P. fluorescens (P2) dan B. amyloliquefaciens (P3). Hal ini diduga cendawan Trichoderma mampu meningkatkan hormon tumbuh. Selanjutnya dari tabel 2, tabel 4, tabel 6 dan tabel 8 menunjukan nilai rata-rata tertinggi terdapat pada T. harzianum (P1), dari hasil ini menunjukkan penggunaan pupuk hayati jenis jamur yaitu T. harzianum memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap parameter tinggi tanaman, jumlah anak daun, berat basa total dan berat kering total, dibandingkan dengan jenis bakteri yaitu P. fluorescens, B. amyloliquefaciens dan kontrol pada tanah bekas tambang emas yang diperoleh dari Kelurahan Poboya Kecamatan Palu Timur Kodya Palu.
Hasil penelitian membuktikan bahwa pengaruh pemberian pupuk hayati yang menguntungkan dari jenis cendawan T. harzianum dan jenis bakteri P. fluorescens, dan B. amyloliquefaciens mampu meningkatkan pertumbuhan tinggi dan jumlah anak daun tanaman dibandingkan dengan kontrol pada media tumbuh tanah bekas tambang emas yang diperoleh dari Kelurahan Poboya Kecamatan Palu Timur Kodya Palu. Menurut Schlegel dan Schmidt (1994), fungi mempunyai peran yang nyata pada penguraian selulosa. Fungi membuktikan lebih unggul dari pada bakteri, terutama pada tanah masam. Dugaan ini didukung oleh beberapa penelitian sebelumnya seperti oleh Cook dan Baker (1983) melaporkan bahwa T. harzianum dapat menguraikan bahan organik dalam tanah menjadi bahan makanan yang mudah diserap oleh tanaman, ditambahkan lagi bahwa bahan organik yang diaplikasikan ke dalam tanah merupakan sumber nutrisi mikroorganisme antagonis sehingga mampu meningkatkan aktivitas agens antagonis
Berdasarkan hasil analisis pada tabel 1, tabel 3, tabel 5 dan tabel 7 menunjukan bawha perlakuan T. harzianum memberikan pengaruh yang nyata. Hal ini disebabkan karena T. harzianum merupakan mikroba tanah yang mempunyai peranan penting dalam kesuburan yang diantaranya : 1) sebagai pengatur daur hara secara simultan sehingga membuat hara tersedia bagi tanaman dan menyimpan hara yang belum dimanfaatkan tanaman. 2) melaksanakan sintesis terhadap sebagian besar bahan organik yang bersifat stabil, seperti kompos yang berfungsi sebagai penyimpan hara dan berperan dalam memperbaiki struktur tanah (Sutanto dalam Tindaon, 2008).
Beberapa mekanisme mengapa Trichoderma sp dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman adalah 1) pembentukan faktor-faktor atau hormon tumbuh (Chang et al, 1996 ; Windham et al, 1986), 2) Meningkatkan ketersediaan hara atau menstimulasi penyerapan unsur hara (Gravel et al, 2006 ; Harman et al, 2004 ; Yedidia et al, 2001) dan 3) Meningkatkan resistensi tanaman terhadap serangan patogen  tular tanah (Elad et al, 1981).
Beberapa peneliti melaporkan bahwa Trichoderma spp dapat memproduksi cytokinin, gibberelin dan indole-3-acetit acid (IAA) yang berperan dalam peningkatan pertumbuhan tanaman (Gravel et al, 2006 ; dan Windham et al, 1986). Trichoderma spp juga mempunyai kemampuan meningkatkan penyerapan dan konsentrasi beberapa unsur hara didalam akar maupun daun tanaman baik pada kondisi hidroponik, maupun dalam kondisi lapangan (Yedidia et al, 2001 ; Altomare et al, 1999 dan Harman, 2004).
Lebih lanjut diuraikan oleh Djaya et al. (2003), bahwa Trichoderma sp mampu menekan atau menghambat pertumbuhan cendawan Fusarium sampai 56,07% pada 3 hari setelah inokulasi. Ditambahkan oleh Sastrahidayat (1992), bahwa jamur antagonis mempunyai kemampuan mikoparasit yaitu hifa Trichoderma sp tumbuh melilit hifa patogen dan menghasilkan enzim lysis yang dapat menembus dinding sel dan menghasilkan zat antibiotik yaitu gliotoksin dan viridin. Laporan dari Talanca et al. (2003) bahwa aplikasi jamur antagonis Trichoderma sp seminggu sebelum pemberian jamur patogen Fusarium sp dapat menekan intensitas serangan penyakit busuk batang jagung masing-masing sebesar 4,20% pada umur 80 hari setelah tanam dan 19,99% pada umur 87 hari setelah tanam dibanding dengan kontrol (tanpa pemberian jamur antagonis).
Hasil uji lanjut Beda Nyata Terkecil (BNT) pada tabel 2, tabel 6 dan 8 bakteri P. fluorescens dan B. amyloliquefaciens menunjukan bahwa kedua bakteri tersebut berbeda tidak nyata, tetapi bakteri P. fluorescens dan B. amyloliquefaciens berbeda nyata bila dibandingkan dengan kontrol. Diduga bakteri ini tidak dapat tumbuh dengan baik pada kondisi masam (pH rendah), dugaan ini didukung oleh berbagai penelitian sebelumnya seperti Holt et al (1994) melaporkan  bahwa bakteri kebanyakan tidak dapat tumbuh dalam kondisi masam (pH 4,5), pada dasarnya tak satupun yang dapat tumbuh baik pada pH lebih dari 8, kebanyakan bakteri tumbuh paling baik pada pH netral (pH 7) atau pH yang sedikit Basa (pH 7,4). Meskipun demikian bakteri P. fluorescens dan B. amyloliquefaciens memberikan pengaruh lebih baik dibandingkan dengan kontrol.
Bacillus sp dan Pseudomonas  sp dilaporkan sebagai biofertilizer karena  kelompok bakteri ini menghasilkan hormon tumbuh (Backman et al. 1994). Selain itu Bacillus sp mempunyai sifat yang lebih menguntungkan dari pada bakteri  lain karena dapat bertahan hidup dalam waktu yang lama pada kondisi tanah yang tidak mengungtunkan untuk pertumbuhannya (wong, 1994)
Sesuai dengan data pada tabel 2, tabel 4, tabel 6 dan tabel 8 bahwa perlakuan kontrol (P0) mengalami perkembangan pertumbuhan seperti tinggi tanaman, jumlah anak daun, berat basa total dan berat kering yang lebih rendah dibandingkan perlakuan P1, P2, dan P3. Hal ini terjadi karena pada perlakuan kontrol tidak ada faktor yang membantu meningkatkan pertumbuhan tanaman ataupun menghambat serta menekan perkembangan patogen yang ada di sekitar perakaran tanaman, sehingga tanaman menjadi terganggu meskipun tanaman tidak mengalami kematian atau kelayuan.
Secara teori pemberian pupuk hayati memberikan hasil yang lebih baik terhadap pemberian bibit dibandingkan dengan yang tidak diberi pupuk hayati. Media tanam juga sangat mempengaruhi pertumbuhan tanaman dari segi ketersediaan hara, ketersediaan air, keremahan media yang mempengaruhi ketersediaan oksigen dan pergerakan serta penetrasi akar. Kemasaman media tanam juga berpengaruh besar. Jika tanah semakin asam, maka mobilitas unsur NPK semakin rendah. Mobilitas unsur NPK yang rendah maka suplai ke tanaman juga akan terganggu sehingga pertumbuhan tanaman akan terganggu (Handayani  2009).


DAFTAR PUSTAKA
Alexopoulus C. J and C. W. Mims, 1979. Introductory Mycology. Third edition. John Wiley and Sons, New York

Atmosuseno BS. 1994. Budidaya, Kegunaan, dan Prospek Sengon. Jakarta: Penebar Swadaya, Jakarta.
Backman PA, Brannnen PM and Mahaffe WF.1994. Plant Respon and Disease Control Followin Seed Inoculation with Bacillus sp. Di dalam: Ryder MH, Stephen PM, Bowen GD, editor. Improving Plant Production with Rhizosphere Bacteria. Australia: Pruc Third Int Work PGPR South Australia, March 7-11 1994.

Balai Pengkajian dan Pengembangan Teknologi, 2002. Biopestisida Trichoderma sp. Teknologi. Suara Merdeka, edisi 25 Maret 2002.

Buntan,A.1992. Efektivitas Bakteri Pelarut Fospat dan Kompos Terhadap Peningkatan Serapan P dan Efisiensi Pemupukan P pada Tanaman Jagung IPB Bogor.

Djaya A.A., 2003. Uji Keefektifan Mikroorganisme Antagonis dan Bahan Organik Terhadap Layu Fusarium (Fusarium oxysporum) Pada Tanaman Tomat. Prosiding Kongres Nasional dan Seminar Ilmiah Perhimpunan Fitopatologi Indonesia. Bandung

Cook, R. J dan Baker K. F., 1983. The Nature and Practice of Biological Control of Plant Pathogens.Aps Press the American Phytopathological Society. St Paul. Minnesota.

Chang Y C, Kleifeld O and Chet I 1996. Increased Growth of Plants In The Presence Of The Biological Control Agent Trichoderma harzianum. Plant Dis. 70,145-148

Elad Y, Chet I and Henis 1981 Biologi Control of Rhizoctonia Solani In Strawberry Fields By Trichoderma harzianum. Plant Soil 60, 245-254

Goenadi, D. H. 1995. Mikroba Pelarut Hara dan Pemantap Agregat dari Beberapa  Tanah Tropika Basah. Menara Perkebunan

Gravel V, Antoun H and Tweddell R 2006. The Plant Growth Regulation and Activities Of The PGRSA (The Palnt Growth Regulation Society of America) Quarterly Report vol 34, No 2. Caula B (ed) Dept. of Plant Soil Science, Alabama A&M University, USA.
Green S., Renault S. 2007.  Influence of Papermill Sludge  On Growth of Medicago Sativa, Festuca Rubra and Agropyron Trachycaulum In Gold Line Tailing: Greenhouse study. Elsevier Science

Hakim, N. , dkk, 1988. Kesuburan Tanah. UNILA. Lampung.
Harman, G E, Howell C R, Viterbo A, Chet I and Lorito M 2004 Trichoderma Species Oppotunuistic, Avirulen Palnt Symbionts. Nature Rev. 2, 43-56

Hartman, H.L. 1987. Introductory Mining Engineering . Wiley, New York.

Herianto, 2008. Studi Identifikasi Dampak Lingkungan Pertambangan Emas Skala Kecil di Kabupaten Garut (Studi kasus di Desa Mulyajaya), Puslitbang

Hersanti, Endah. Y.D. dan Luciana, 2000. Pengaruh Introduksi Jamur Trichoderma spp Danefektive Mikroorganisme MS (EM4) Terhadap Perkembangan Penyakit Layu (Fusarium oxysporum f. sp. lycopersici) Pada Tanaman Tomat. Laporan Penelitian. Fakultas PertanianUniversitas Padjadjaran Bandung. Bandung.

Holt, J. G., Krieg, N. R., Sneath, P. H. A., Stanley, J. T., and Williams, S. T. 1994.  Bergey's Manual of Determinative Bacteriology. Ninth Edition. Williams and Wilkins. Baltimore, Maryland. 787 pp

Lusiana, Noordwijk, dan G. Cadisch. 2000. Pengelolaan Tanah Masam Secara Biologi: Refleksi Pengalaman dari Lampung Utara. ICRAF SE Asia, Bogor.

Islami T, Utomo WH.  1995.  Hubungan Tanah, Air dan Tanaman.  Semarang: IKIP Semarang Press
Ngadiman, 2000. Dampak Sosial Penambangan Emas di Kecamatan Mandor Kabupaten Landak Provinsi Kalimantan Barat, Program Studi Ketahanan Nasional, Program Pascasarjana University Gajah mada, Yogyakarta.

Robinson, Trevor, 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Penerbit Institut Teknologi Bandung. Bandung.

Santosa, D.A,. 2009. Teknologi Bioremediasi Pulihkan Lingkungan Tercemar. www.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/22942/2/2009b1403.pdf. 2 Juni 2010
Sastrahidayat, I.R., 1992. Ilmu Penyakit Tumbuhan. Usaha Nasional. Surabaya.

Subba Rao, N. S. 1982. Biofertilizer In Agriculture. Oxford and IBH Publishing Co. New Delhi. Bombay. Calcuta.

sudiana, dan Y. Suhardjono.1999.Perubahan Bioekofisik Lahan Bekas Penambangan Emas di Jampang dan Metoda Pendekatannya Untuk Upaya reklamasi. Laporan Teknik Proyek Penelitian Pengembangan dan Pendayagunaan Potensi Wilayah, tahun 1998/1999. Puslitbang Biologi LIPI.

Schlegel, H. G dan K Schmidt 1994. Mikrobiologi Umum.Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

Siregar, C.A. 2007 Formulasi Alometri Biomas dan Konservasi Karbon Tanah Hutan Tanaman Sengon (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) di Kediri, Indonesia. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam 4(2): 169–181

Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Departemen Ilmu-Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian IPB. Bogor.

Supadi,T.H. 1991. Bakteri Pelarut Fosfat Asal Beberapa Jenis Tanah dan Efeknya Terhadap Pertumbuhan Jagung.Disertasi. Universitas Pajajaran. Bandung.

Talanca, A.H., 2003. Pengendalian Penyakit Busuk Batang Jagung Secara Hayati Dengan Jamur Trichoderma. Prosiding Kongres XVII dan Seminar Ilmiah Perhimpunan Fitopatologi Indonesia.

Tindaon, 2008. Pengaruh Jamur Antagonis Trichoderma Harzianum dan Pupuk Organik untuk Mengendalikan Pathogen Tular Tanah Selerotium Ralfsii Sacc. Pada Tanaman Kedelai (Glycine Max L). di Rumah Kaca.

Trubusid. 2008. Trubus Majalah Pertanian Indonesia dari Timur Menggapai Langit. http://www.trubus-online.co.id [ 25 AGST 2009].

Wardhani CS. 2004. Aktivitas Protease Pseudomonas  fluorescens pada Susu Pasteurisasi. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Wididana, G. N. 1993. Peranan Effective Microorganism 4 dalam Meningkatkan Kesuburan dan Produktivitas Tanah. Indonesian Kyusei Nature Farming Societies. Jakarta.

Windham M T, Elad Y and Baker R 1986. A Mechanism For Increased Plant Growth Induced By Trichoderma spp. Phytopathology 76, 518-521.

Wizna, H., Abbas, Y. Rizal, A. Dharma & I.P. Kom-piang. 2003. Potensi Bakteri Bacillus amyloliquefacien Selulolitik Serasah Hutan sebagai Inokulum Fermentasi Pakan Unggas Berserat Tinggi. Jurnal ilmu Peternakan. Fakultas Peternakan Universi-tas Jambi
Wong PTW. 1994. Bio-control of Wheat Take-All in the Field Using Soil Bacteria  and Fungi. Di dalam: Ryder MH, Stephens PM, Bowen GP, editor. Improving Plant Productivity with Rhizosphere Bacteria. Australia: Pruc Third Int Work PGPR South Australia, March 7-11 1994.

Yedidia I, Srivastva A K, Kapulnik Y and Chet I 2001 Effect of Trichoderma harzianum On Microelement Concentrations and Increased Growth of Cucumber Plants. Plant soil 235, 235-242

Yusran, Roemheld V, Mueller T, (2004) Effects of Plant Growth Promoting Rhyzobacteria and Rhizobium On Mycorhiza Development and Growth of Paraserianthes falcataria (L), Nielsen Seedlings In Two Types of Soils With Contrasting Levels of pH. The proceedings of the international plant Nutrition Colloquim XVI, University of California- Davis, USA.


0 tinggalkan jejak anda, dengan menanggapi postingan:

Posting Komentar

sehabis membaca, tinggalkan pesan anda ya.. sehingga saya bisa tau respon dari orang-orang yang mampir diblog saya.. ok???