Selasa, 07 Agustus 2012

LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA





EKSPLORASI CENDAWAN ENTOMOPATOGEN  Beauveria bassiana Vuill.  LOKAL SULAWESI TENGAH  DAN PENGEMBANGAN FORMULASINYA
SEBAGAI BIOINSEKTISIDA RAMAH LINGKUNGAN
UNTUK PENGENDALIAN Spodoptera exigua Hubn.











Disusun oleh :

M a r l i n                                 E.211 07 017      Angkatan  2007
Putu Suardika                         E.211 07 008      Angkatan  2007
Khoirun Joko Widodo          E.281 08 084      Angkatan  2008





                                               

UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2010

HALAMAN PENGESAHAN LAPORAN AKHIR
PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA

Judul Kegiatan                                     :  Eksplorasi Cendawan Entomopatogen  Beauveria bassiana Vuill.  Lokal Sulawesi Tengah  dan Pengembangan Formulasinya Sebagai Bioinsektisida Ramah Lingkungan Untuk pengendalian Spodoptera exigua Hubn.
Bidang Kegiatan                                  :     PKM-P
Bidang Ilmu                                         :     Pertanian
Ketua Pelaksana Kegiatan
  Nama                                                   :     Marlin
  No Stambuk                                        :     E 211 07 017
  Jurusan                                                :     Hama Dan Penyakit Tumbuhan
  Universitas                                          :     Tadulako
  Alamat rumah                                     :     Jalan Karanja Lembah BTN Pertiwi B4 no 13/085241061548
  Alamat email                                      :     tioalhien@yahoo.co.id
Anggota pelaksana kegiatan                 :     2 orang
Dosen Pendamping
  Nama                                                  :     Ir.Rosmini M.P
  NIP                                                     :
  Alamat Rumah dan No Tel./HP         :
Biaya Kegiatan Total                            :
  Dikti                                                   :    Rp  a.
Jangka Waktu Pelaksanaan                  :    4  bulan
Palu,     Juni 2011
Menyetujui

           Ketua Jurusan                                                  Ketua Pelaksana Kegiatan



(__________________________)                                   (          Marlin          )
NIP.                                                                                  NIM. E 211 07 017


Pembantu atau Wakil Rektor Bidang                              Dosen Pendamping 
Kemahasiswaan



(__________________________)                         (_________________________)
NIP.                                                                        NIP.
ABSTRAK
     Serangan ulat bawang (Spodoptera exigua) merupakan hambatan utama dalam pengembangan bawang merah di Kabupaten Donggala.  Pengendalian yang dilakukan petani adalah dengan penyemprotan insektisida. Untuk itu diperlukan upaya lain sebagai alternatif mengurangi pemakaian insektisida kimia sintetik tersebut, antara lain dengan penggunaan patogen serangga sebagai agens hayati .
     Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh satu atau lebih isolat cendawan entomopatogen Beauveria spp. lokal Sulawesi Tengah yang mempunyai virulensi tinggi terhadap ulat bawang S. exigua sehingga dapat dijadikan sebagai bioinsektisida, serta temuan rakitan teknologi formulasi pembuatan produk komersil bioinsektisida yang dapat dipatenkan dan berguna bagi masyarakat serta dunia industri pestisida khususnya  industri bioinsektisida.
     Penelitian dilaksanakan dengan pengambilan isolat-isolat Beauveria spp. pada beberapa daerah di Sulawesi Tengah, dan Laboratorium Fitopatologi dan Mikrobiologi serta laboratorium Hama dan Entomologi Terapan Fakultas Pertanian Untad, serta pengujian lapang formulasi bioinsektisida akan dilakukan di lahan pertanaman bawang merah milik masyarakat.  Waktu Penelitian akan berlangsung selama 4 bulan yaitu Maret 2011–Juni 2011.  Penelitian ini dilaksanakan dalam beberapa tahap yaitu tahap eksplorasi isolat-isolat Beauveria spp. dari berbagai lokasi dan asal inang,  uji virulensi terhadap ulat  bawang,  pembuatan formulasi, dan pengujian formulasi di lapang. 
     Hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa isolat Beauvaria spp. berwarna putih dan ada yang sampai putih kekuning-kuningan, dan didapatkan isolat yang mempunyai virulensi tinggi terhadap larva Spodoptera exigua serta mendapatkan formulasi bioinsektisida yang yang telah melalui uji laboratorium dan uji lapangan.


Kata kunci :  Beauvaria bassiana, Spodoptera exigua, Bawang Merah









KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena hanya dengan rahmat pengetahuan dan bimbingan yang diberikan-Nya kepada penyusun sehingga Laporan Akhir Program Kreatifitas Mahasiswa (PKM) ini dapat terselesaikan dengan baik sesuai dengan batas waktu yang diberikan.
Laporan ini disusun untuk memenuhi syarat dalam penilaian dan menyelesaikan  Program Kreatifitas Mahasiswa (PKM), laporan ini merupakan laporan dari hasil yang dicapai selama melaksanakan Program Kreatifitas Mahasiswa yang dilaksanankan selama kurang lebih empat bulan
Penyusun menyadari bahwa laporan ini masih memiliki banyak kekurangan dan belum sesuai seperti apa yang diharapkan baik dalam penyusunan maupun dalam penyajian datanya. Oleh karena itu, demi kesempurnaan laporan ini maka penyusun sangat mengharapkan sumbangan ide, kritik, dan saran yang sifatnya membangun dari semua pihak dalam penyusunan laporan berikutnya sehingga sesuai dengan apa yang diharapkan.



                                                                                     Palu,    juni  2011

                                                                                                               Penyusun














DAFTAR ISI
Halaman

HALAMAN JUDUL........................................................................................       i

LEMBAR IDENTITAS DAN PENGESAHAN............................................      ii

ABSTRAK.........................................................................................................     iii

KATA PENGANTAR .....................................................................................     iv

DAFTAR  ISI ...................................................................................................      v

BAB I.  PENDAHULUAN

                 1.1  Latar Belakang Masalah..............................................................      1           

                 1.2  Perumusan Masalah ....................................................................      2           

                 1.3  Tujuan Program...........................................................................      2

                 1.4  Luaran yang Diharapkan.............................................................      2

                 1.5  Kegunaan Program......................................................................      2

BAB II  TINJAUAN PUSTAKA

                 2.1  Patogenisitas Cendawan Beauveria spp. Terhadap Serangga.....      3

                 2.2  Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan dan Infeksi Cendawan Beauveria spp. Terhadap Serangga......................................................................................      4

BAB III  PELAKSANAAN PROGRAM

                 3.1  Tempat dan Waktu Penelitian ....................................................      5

                 3.2  Bahan dan Alat ...........................................................................      5

                 3.3  Metode Pelaksanaan ...................................................................      5

                 3.4  Rancangan dan Realisasi Biaya...................................................      8

BAB IV   HASIL DAN PEMBAHASAN

                 4.1  Hasil.............................................................................................   10

                 4.2  Pembahasan ................................................................................    13

BAB V    KESIMPULAN DAN SARAN

                 5.1  Kesimpulan..................................................................................   14

                 4.2  Saran............................................................................................   14

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN









I..PENDAHULUAN
1.1.  Latar Belakang Masalah
Serangan ulat bawang (Spodoptera exigua) merupakan hambatan utama dalam pengembangan bawang merah di Kabupaten Donggala. Hingga kini usaha pengendalian yang dilakukan petani adalah dengan penyemprotan insektisida kimia sintetik, dengan frekuensi yang tinggi sehingga tidak hanya berbahaya bagi lingkungan, organisme bukan sasaran dan kesehatan manusia, namun juga dapat memicu efek resistensi hama tersebut terhadap insektisida. Untuk itu diperlukan upaya lain sebagai alternatif mengurangi pemakaian insektisida kimia sintetik tersebut, antara lain dengan penggunaan patogen serangga sebagai agens hayati .
            Adanya mikroba sebagai patogen serangga terhadap hama telah dikenal sejak lama, namun manfaat dari mikroorganisme yang bersifat patogen terhadap serangga hama belum banyak diketahui oleh petani.  Salah satu patogen yang telah diidentifikasi dapat mengendalikan serangga adalah cendawan Beauveria bassiana. Cendawan tersebut dapat menginfeksi serangga hama ordo lepidoptera, coleoptera, diptera dan hymenoptera (Anderson et al., 1988; Bing dan Lewis, 1991; Sivasankaran et al., 1990; Barberchech dan Kaya, 1991; Wright dan Chandler, 1992). Karena  B. bassiana mempunyai kisaran inang yang luas, maka patogen ini tersebar pada kisaran geografi yang  luas.  Hal demikian memungkinkan adanya keanekaragaman isolat-isolat yang dikoleksi (Rosmini, 2006). Meskipun B. bassiana mempunyai kisaran inang yang luas dan mampu menginfeksi serangga pada berbagai umur dan stadia perkembangan, namun tidak semua B. bassiana dapat membunuh hama, melainkan hanya strain tertentu yang virulen.  Kenyataan ini merupakan kendala untuk aplikasi cendawan entomopatogen yang tidak dapat mapan sendiri, karena perlu diaplikasikan beberapa kali.
            Untuk memperoleh Beauveria spp. yang dapat mapan di lapangan diperlukan eksplorasi Beauveria spp.  pada berbagai lokasi dan asal inang, kemudian dikarakterisasi secara morfologi untuk diformulasi menjadi bioinsektisida. Hal  tersebut merupakan salah satu faktor yang turut menentukan keberhasilan penggunaan Beauveria spp. sebagai agens hayati yang ramah lingkungan.

1.2  Perumusan  Masalah
Dalam memanfaatkan cendawan entomopatogen serangga khususnya Beauveria bassiana sebagai bioinsektisida terdapat beberapa permasalahan yang perlu dikaji secara mendalam antara lain :
1.        Beauveria spp. mempunyai kisaran inang yang luas, maka patogen ini tersebar pada kisaran geografi yang  luas, hal demikian memungkinkan adanya perbedaan keanekaragaman genetik, sehingga diperlukan pencarian isolat cendawan B. bassiana yang virulent terhadap hama sasaran sebagai sumber plasma nutfah yang unggul.
2.        Adanya perbedaan geografi dan inang asal isolat dapat menyebabkan perbedaan perkembangan vegetatif dan tingkat virulensi cendawan B. bassiana terhadap hama sasaran.
3.        Perbedaan virulensi isolat-isolat Beauveria spp. kemungkinan berkaitan dengan adanya perbedaan morfologi, fisiologi, biokimia, dan DNA.

1.3   Tujuan Program
Program PKM-P ini bertujuan untuk memperoleh satu atau lebih isolat cendawan entomopatogen Beauveria spp. lokal Sulawesi Tengah yang mempunyai virulensi tinggi terhadap ulat bawang S. exigua sehingga dapat dijadikan sebagai bioinsektisida, serta temuan rakitan teknologi formulasi pembuatan produk komersil bioinsektisida yang dapat dipatenkan dan berguna bagi masyarakat serta dunia industri pestisida khususnya  industri bioinsektisida.

1.4   Luaran yang Diharapkan
      Luaran yang diharapkan dari program ini adalah :
a.         Diperoleh isolat-isolat cendawan  entomopatogen Beauveria spp. lokal sebagai sumber plasma  nutfah agens hayati dari berbagai lokasi dan  asal inang
b.        Isolat Beauveria spp.  lokal Sulawesi Tengah  yang mempunyai virulensi untuk dijadikan sumber bioaktif pembuatan  bioinsektisida baru
c.         Sediaan formulasi bioinsektisida berbahan aktif  cendawan Beauveria spp
d.        Draf artikel ilmiah yang dapat dipublikasikan dalam jurnal ilmiah.

2        Kegunaan
Hasil yang diperoleh melalui program PKM-P ini selain dapat berguna sebagai bahan rekomendasi dalam pemanfaatan cendawan  entomopatogen Beauveria spp. lokal sebagai bioinsektisida untuk pengendalian hama ulat bawang bagi petani dan menjadi bahan pertimbangan bagi peneliti lain, juga diharapkan dapat berguna bagi mahasiswa terutama dalam meningkatkan  semangat dan spirit dalam melakukan kajian keilmuan yang berguna dalam pengembangan ide dan kreativitas, serta meningkatkan ketrampilan dan profesionalismenya khususnya dalam bidang perlindungan tanaman yang menjadi pilihan akademiknya.











II.     TINJAUAN PUSTAKA
1.        Patogenisitas Cendawan Beauveria spp. Terhadap Serangga

            Cendawan Beauveria spp. termasuk dalam cendawan kelas hypomycetes mempunyai hifa yang bersekat-sekat, tetapi ada juga yang berbentuk sel tunggal dan sering membentuk pseudomiselium jika lingkungan menguntungkan (Dwijoseputro, 1987).  Cendawan ini berkembang secara aseksual dan seksual tergantung dari faktor-faktor lingkungan   seperti suhu, cahaya, dan nutrisi (Alexopaulus dan Mims, 1979).
            Tanada dan Kaya (1993) mengemukakan bahwa cendawan kelas   hypomycetes merupakan cendawan yang mempunyai hubungan dengan insekta. Beberapa spesies seperti Beauveria sp, Metharizium sp,  Neumuraea sp sangat virulen terhadap artropoda dan dapat mematikan.
            Konidia adalah bagian yang paling efektif dari sebagian besar cendawan untuk menginfeksi serangga.  Cendawan menginfeksi inangnya melalui kutikula, mulut, alat pernafasan, dan alat pencernaan.  Penetrasi cendawan yang paling mudah adalah melalui saluran pencernaan, karena dapat menghasilkan zat yang bersifat asam sehingga pempengaruhi penularan cendawan dan berkembang di saluran pencernaan (Sila, 1983).
            Sebelum konidia mencapai organ-organ vital serangga, terlebih dahulu berkecambah membentuk hifa.  Hifa ini secara bersama-sama membentuk misilium lalu mengadakan penetrasi ke dalam tubuh serangga inangnya (Sila, 1983).  Setelah berhasil melakukan penetrasi ke dalam tubuh inang, misilium  akan mengikuti aliran darah dan menyebar di seluruh bagian tubuh serangga.  Di dalam tubuh serangga cendawan akan memperbanyak diri dan memproduksi racun beauviricin yang akan merusak struktur membran sel dan mengakibatkan kematian serangga inang (Riyatno dan Santoso, 1991).
            Gejala awal serangga yang terinfeksi cendawan Beauveria spp yakni kadang-kadang serangga yang terinfeksi berubah warnanya dengan noda-noda hitam pada bagian kutikula sebagai titik infeksi yang pertama. Serangga yang terinfeksi cendawan terlihat lemah serta terkulai dan setelah mati seluruh tubuhnya akan ditutupi benang hifa yang kemudian menjadi kering.  Pada larva lepidoptera, infeksi spora cendawan terutama terjadi melalui penetrasi permukaan kulit larva. Diduga infeksi ini terjadi melalui lubang spirakel maupun bagian-bagian tubuh yang lebih lunak diantaranya ruas-ruas tubuh larva. Infeksi cendawan Beauveria spp. Pada larva serangga selain melalui penetrasi pada permukaan kulit, spora cendawan juga dapat tertelan sewaktu larva menggerek/makan organ tanaman, sehingga spora terbawa ke dalam perut dan menembus dinding usus. Larva yang terinfeksi biasanya mengeluarkan cairan kemerahan dari mulutnya secara terus menerus dan akhirnya larva tersebut mati. Setelah mati, mula-mula tubuh larva masih lunak tetapi dalam waktu sekitar 5 jam larva menjadi kaku (mumi), kemudian sehari setelah itu tubuh larva diselimuti warna putih yang sebenarnya adalah miselia dan spora Beauveria spp. (Brody, 1979 dalam Utomo dan Pardede, 1990).
            Cooke (1977) dalam Sudarmadji dan Gunawan (1994) menguraikan bahwa mekanisme cendawan Beauveria spp. Dalam mematikan serangga dimulai dengan pembentukan tabung kecambah untuk menembus kulit, lemak tubuh dan mencapai homocoel (darah) serangga. Di dalam darah, tabung kecambah membentuk hifa (miselium) dan dengan mengikuti aliran darah, hifa menyebar ke seluruh bagian tubuh serangga. Menurut Roberts (1981) cendawan Beauveria spp. Dapat juga menginfeksi saluran pencernaan melalui daun tanaman yang dimakannya, kemudian spora terbawa ke dalam perut dan menembus dinding usus.

2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan dan Infeksi Cendawan Beauveria spp. Terhadap Serangga
            Faktor lingkungan yang mempengaruhi  pertumbuhan dan infeksi cendawan terhadap serangga adalah suhu, kelembaban, angin, cahaya, dan kuantitas cendawan itu sendiri.  Kelembaban yang tinggi merupakan unsur iklim yang penting untuk  pertumbuhan spora dan penularan patogen dari suatu serangga ke serangga lainnya. Suhu berpengaruh terhadap pertumbuhan misilium dari cendawan tersebut.  Konidia cendawan B. bassiana ini dapat berkembang baik pada suhu antara 20oc–30oc  disertai  dengan kelembaban yang cukup tinggi. Konidiofor berkembang baik pada kelembaban tinggi yakni 90% serta pH yang dibutuhkan untuk  pertumbuhannya adalah antara 3,3 - 8,5. (Mc.Coy et al., 1988).
            Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat virulensi Beauveria spp. terhadap serangga inang  sangat bervariasi.  Perbedaan virulensi ini dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain karena lingkungan dan perbedaan strain dari Beauveria spp. (Wiryadiputra, 1994).  Terjadinya perbedaan ras (strain) dari cendawan disebabkan oleh perbedaan inang (host) dan lokasi (tempat).
            Ras adalah suatu sifat genetik yang berperan secara geografis dengan kelompok persilangan-persilangan tertentu dalam suatu spesies (Anonim, 1983).  Ras-ras cendawan terutama deuteromycetes dapat diidentifikasi berdasarkan morfologi, fisiologi dan biokimia.  Identifikasi ras dengan metode konvensional berupa pengamatan secara morfologis terhadap ciri morfologinya kurang sempurna sehingga perlu cara lain yang lebih teliti seperti uji patogenitas dengan inang tertentu. Cara ini banyak dilakukan untuk cendawan Pyricularia orizae












III  PELAKSANAAN PROGRAM

1. Tempat dan Waktu Penelitian
          Pengambilan isolat-isolat Beauveria spp. akan dilakukan pada beberapa daerah di Sulawesi Tengah, sedangkan pemurnian, identifikasi, dan pengujian isolat-isolat tersebut akan dilakukan di laboratorium Fitopatologi dan Mikrobiologi serta laboratorium Hama dan Entomologi Terapan Fakultas Pertanian Untad, serta pengujian lapang formulasi bioinsektisida akan dilakukan di lahan pertanaman bawang merah milik masyarakat  di sentra pertanaman bawang merah di kota Palu dan Donggala. Waktu Penelitian akan berlangsung selama 4 bulan yaitu bulan Maret 2011–Juni 2011.

2.  Bahan dan Alat
Bahan untuk penelitian adalah isolat-isolat Beauveria spp.  lokal Sulawesi Tengah, medium pertumbuhan mikroba, toxin beauvericin murni, dan tanaman bawang merah. Serangga uji yang digunakan adalah ulat bawang Spodoptera exigua. Alat yang digunakan antara lain pacul, gembor, meteran,  knapsek sprayer, gelas ukur, timbangan, pengaduk, sekop, masker, sarung tangan,  dan ember

3.  Metode Pelaksanaan
       Penelitian ini dilaksanakan dalam beberapa tahap yaitu tahap eksplorasi isolat-isolat Beauveria spp. dari berbagai lokasi dan asal inang,  uji virulensi terhadap ulat  bawang,  pembuatan formulasi, dan pengujian formulasi di lapang. 

1.  Koleksi Isolat Beauveria spp.
       Untuk memperoleh koleksi isolat-solat cendawan Beauveria spp, dilakukan pengumpulan isolat  dari berbagai lokasi dan dari berbagai asal inang. Untuk daerah (lokasi) pengambilan isolat mencakup seluruh wilayah kabupaten/kota di Sulawesi Tengah terutama pada daerah-daerah sentra produksi pertanian di Kabupaten Sigi, Donggala, Poso, dan Kota Palu, sedangkan asal inang diambil pada serangga hama yang memperlihatkan gejala terinfeksi cendawan Beauveria spp. Isolat-isolat cendawan Beauveria spp. dikumpulkan kemudian dimurnikan di laboratorium dengan cara mengisolasi cendawan tersebut dari inangnya.  Selanjutnya dimasukkan ke dalam 100 ml air steril, lalu disuspensikan.  Suspensi isolat tersebut diencerkan sampai 10-5. Hasil pengenceran kemudian dibiakkan pada media PDA kemudian diinkubasikan selama 2 x 24 jam.  Koloni tunggal yang muncul setelah 2 x 24 jam dipindahkan ke media pda lain yang ada pada cawan petri. Seluruh isolat selanjutnya dikarakterisasi secara morfologis dengan menggunakan buku identifikasi.  Hasil identifikasi isolat tersebut  yang menunjukkan spesies Beauveria bassiana digunakan untuk penelitian selanjutnya.

2. Virulensi  Isolat-isolat  Beauveria spp. Terhadap Hama Spodoptera exigua  di Laboratorium

       Daun bawang merah dicelupkan dalam suspensi setiap isolat beauveria spp. Selama 5 menit, kemudian dikeringanginkan selama 3 menit lalu dimasukkan ke dalam wadah plastik yang berukuran panjang 15 cm, lebar 10 cm dan tinggi 7 cm.  Sebanyak 10 ekor larva instar-3 dimasukkan ke dalam wadah tersebut lalu ditutup dengan penutup yang mempunyai ventilasi.  Setiap perlakuan diulang 3 kali.  Pengamatan mortalitas larva dilakukan pada hari pertama hingga ke-12 setelah inokulasi dengan interval satu hari.  Untuk memastikan bahwa kematian larva tersebut disebabkan oleh Beauveria spp. maka larva yang mati dimasukkan ke dalam cawan petri yang telah dialasi kertas saring yang sebelumnya telah ditetesi air steril, kemudian diinkubasi selama satu minggu.  Jika larva diselimuti oleh misilium Beauveria spp. warna putih, berarti larva telah mati karena terinfeksi sedangkan yang bukan karena cendawan tetap berwarna coklat kehitam-hitaman. Untuk mengetahui perbedaan mortalitas diantara lokasi, ordo, spesies dan tanaman inang maka dilakukan uji t (Steel dan Torrie, 1981)

3.   Karakteristik Morfologi Isolat-isolat Beauveria spp.
a.         Pertumbuhan Koloni dan Warna Koloni Isolat Beauveria spp.
dengan korborer berdiameter 8 mm diambil biakan murni isolat kemudian diinokulasikan pada media pda dalam cawan petri.  Tiap isolat diinokulasikan pada tiga cawan petri sebagai ulangan.  Pengamatan dilakukan terhadap pertumbuhan koloni dan warna koloni.  Pengamatan pertumbuhan koloni dinilai dengan mengukur diameter  koloni dan dilakukan pada 2,4,6,8,10 dan 12 hari setelah inokulasi (hsi), sedangkan pengamatan warna koloni dilakukan pada 12 hsi.

b.        Daya Kecambah Isolat-Isolat Beauveria spp.
Sebanyak 1 ml media agar yang diencerkan diteteskan pada objek gelas yang telah disterilkan, kemudian ditambah suspensi isolat sebanyak 0,5 ml dan ditutup dengan dek gelas dan dimasukkan ke dalam cawan petri yang telah dialas dengan kertas saring lembab.  Inkubasi dilakukan selama 24 jam.  Pengamatan dilakukan dengan menggunakan mikroskop dan dengan mengamati secara acak 100 konidia/objek. Variabel daya kecambah dinyatakan dengan persentase jumlah konidia yang berkecambah
c.         Jumlah Konidia
Isolat murni beauveria spp. dikulturkan pada media cair czapek dox lalu diinkubasi selama 12 hari.  Sampel diambil dengan menggunakan mikro pipet lalu dihitung jumlah konidianya dengan menggunakan haemacytometer dibawah mikroskop dengan rumus :


S sel dalam setiap ml sampel = 5 n x 104 sel/ml

 


Keterangan :          
n =  jumlah sel dalam 5 kotak kecil

4.  Pembuatan Formulasi Bioinsektisida
Formulasi bioinsektisida berbahan aktif Beauveria sp. hanya akan dilakukan terhadap isolat yang memperlihatkan patogenisitas kuat (tertinggi) terhadap serangga hama ulat bawang.  Pembuatan formulasi bioinsektisida dilakukan dalam bentuk sederhana (menggunakan media jagung giling) dan bentuk semi industri dengan menggunakan alginat dan bahan-bahan pembawa lainnya. Selanjutnya  kedua jenis formulasi tersebut dibandingkan virulensi dan keefektivannya di laboratorium dan rumah kasa.

5.  Pengujian  Lapang  Formulasi Bioinsektisida
Formulasi yang menunjukkan virulensi dan efektivitas yang kuat (tinggi) pada percobaan laboratorium, akan digunakan untuk evaluasi lapangan. Pengujian lapang akan dilaksanakan di lahan milik masyarakat di sentra produksi bawang di Kabupaten Donggala.   Tanaman yang dipilih adalah tanaman yang sehat tetapi lokasi tersebut endemik dengan hama ulat bawang. Penelitian akan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK)
Penanaman bawang merah dilakukan sesuai dengan syarat tehnis yang mencakup pemilihan benih, penanam, pengairan, pemupukan, dan pemeliharaan.  Setelah tanaman berumur 2 minggu dilakukan penyemprotan suspesi Beauveria spp. dengan konsentrasi dan dosis yang berbeda sebagai perlakuan (konsentrasi dan dosis perlakuan akan ditentukan setelah dilakukan uji lab. dan rumah kasa).  Penyemprotan dilakukan dengan interval satu minggu sekali selama 5 kali penyemprotan.  Peubah pengamatan meliputi padat populasi larva, persentase serangan ulat bawang dan produksi bawang merah.  Jumlah tanaman sampel yang diamati yaitu sebanyak 20 rumpun per petak yang ditentukan  secara acak sistematis. Kerusakan daun akibat serangan ulat bawang dihitung dengan menggunakan rumus serangan mutlak. Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji Fisher (uji F) dan perlakuan yang menunjukkan perbedaan diuji lanjut dengan DMRT  taraf kepercayaan 95% dan 99%.







4.  Rancangan Biaya
1.  Bahan Habis Pakai
Nama Bahan
Jumlah Satuan
Harga Satuan (Rp)
Jumlah (Rp)
Medium PDA
1 set
500.000
500.000
Medium Cair Czapek Dox
1 set
400.000
400.000
Yeast Extract  
100 g
2.000
200.000
Toksin Beauvericin
(Standar)
1 unit
300.000
300.000
NaOcl 1%
1 l
255.000
255.000
Alkohol
3 lt
30.000
90.000
Agristik
0,5 kg
100.000
50.000
Alginat
50 g
100.000
100.000
Jagung Giling
3 kg
3.000
9.000
Aguades
10 lt
3.000
30.000
Aluminium Foil
1 bh
25.000
25.000
Jumlah
1.959.000

2.   Peralatan Penunjang

Nama Alat
Jumlah Satuan
Harga Satuan (Rp)
Jumlah (Rp)
Cawan Petri
10 bh
20.000
200.000
Jarum Ose
3 bh
10.000
30.000
Tabung Reaksi
5 bh
10.000
50.000
Kertas Saring
1 dos
50.000
50.000
Sonde Mikro
1 bh
375.000
375.000
Enkas
1 bh
500.000
500.000
Knapsack Spreyer
1 bh
350.000
350.000
Benih Bawang
8 kg
30.000
240.000
Jumlah
1.795.000

3.  Perjalanan

No.
Uraian
Volume
Biaya Satuan (Rp)
Jumlah
(Rp)
1.
Transpor lokal ketua
3 bln
250.000,-
750.000,-
2.
Transpor lokal anggota 2 org
3 bln
200.000,-
1.200.000,-
3.
Transpor lokal  Pembimbing
3 bln
200.000,-
600.000,-
Jumlah
2.550.000,-

4.  Lain-lain
No.
Uraian
Volume
Biaya Satuan (Rp)
Jumlah
(Rp)
1.
Analisis Data
1 set
300.000,-
300.000,-
2.
Pembuatan & penggandaan laporan          
1 set.
75.000,-
75.000,-        
3.
Dokumentasi
1 rol
100.000,-
100.000,-
4.
Seminar
1 kali
200.000,-        
200.000,-              
Jumlah
675.000,-
REKAPITULASI:

     1.   Bahan habis ----------------------------------------------       Rp.   1.959.000,-
2.       Peralatan penunjang -----------------------------------        Rp.   1.795.000-
3.       Perjalanan  ------------------------------------------------      Rp.   2.550.000,-
4.       Lain-lain  ---------------------------------------------------   Rp.      675.000,-
                                                       Jumlah  -------------      Rp.  5.850.000.-


















IV  HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1  Koleksi  Isolat  Beauveria spp

            Dalam penelitian ini diperoleh sebanyak 10 isolat Beauveria spp. dari berbagai lokasi di Sulawesi Tengah. Berdasarkan hal tersebut diketahui bahwa Beauveria spp mempunyai sebaran geografis yang luas. Hal ini kemungkinan di sebabkan karena inang Beauveria spp sangat bervariasi. Hasil pengamatan diketahui ke 10 isolat yang dikoleksi, sebanyak 6 isolat berasal dari ordo Lepidoptera. 2 isolat berasal dari Homoptera, 1 isolat berasal dari ordo Hemiptera, dan 1 isolat berasal dari ordo Coleoptera. Spesies serangga dari ordo Lepidoptera asal isolat Beauveria spp yaitu Spodoptera exigua, Helicoperva armigera, Scirphopaga innotata, Ostrinia  furnacalis dan Plutella xylostella.  Asal isolat dari ordo Homoptera adalah Nilaparvata lugens, dan Aphids, dari ordo hemiptera adalah  Leptocoryza acuta, dan dari ordo coleoptera adalah Oryctes rhinoceros (Tabel 1).

Tabel 1.    Nama Isolat, Lokasi, Asal Inang, dan Tanaman Inang  Isolat Beauveria spp

Isolat
Lokasi
Asal inang
tanaman
spesies
ordo
BB1
Donggala
Spodoptera exigua
Lepidoptera
Bawang merah
BB2
Donggala
Aphids
Homoptera
Cabai
BB3
Parigi Moutong
Nilaparvata lugens
Homoptera
Padi
BB4
Parigi Moutong
Scirphopaga innotata
Lepidoptera
Padi
BB5
Poso
Oryctes rhinoceros
Coleoptera
Kelapa
BB6
Sigi Biromaru
Spodoptera exigua
Lepidoptera
Bawang merah
BB7
Sigi Biromaru
Leptocoryza acuta
Hemiptera
Padi
BB8
Sigi Biromaru
Ostrinia  furnacalis
Lepidoptera
Jagung
BB9
Sigi Biromaru
Helicoperva armigera
Lepidoptera
Tomat
BB10
Sigi Biromaru
Plutella xylostella
Lepidoptera
Kubis

Berdasarkan lokasi inang dan jenis inang tersebut  menunjukkan bahwa sebaran inang Beauveria spp sangat luas.  Hal ini  sejalan dengan hasil penelitian Junianto dan Kukanto (1995) yang menyatakan bahwa cendawan Beauveria spp bersifat polipag yakni menyerang lebih 20 jenis serangga yang umumnya dari ordo Lepidoptera dan Coleoptera. Sedangkan menurut Feng et al (1994), cendawan Beauveria spp menyerang 200 spesies serangga dari 9 ordo dan yang paling dominan ditemukan terserang adalah ordo Lepidoptera dan Coleoptera. Dengan lokasi dan asal inang yang cukup luas tersebut dapat membantu tersebar luasnya cendawan Beauveria spp karena inang (serangga) tersebut merupakan organisme pengganggu tanaman dari berbagai tanaman yang dibudidayakan oleh petani dan tersebar pada bentang geografis yang luas. Tanaman inang tempat asal serangga tersebut ditemukan antara lain pada tanaman bawang merah,  jagung, padi,  cabai,  kubis dan tomat, dan kelapa.

5.2 Virulensi  Isolat-Isolat  Beauveria spp. Terhadap Ulat bawang Spodoptera exigua di Laboratorium

Hasil pengamatan menujukkan spesies serangga inang asal isolat sangat berpengaruh terhadap perbedaan virulensi isolat-isolat. Isolat asal inang S. exigua menyebabkan mortalitas ulat bawang tertinggi dengan rata-rata 60% dan berbeda nyata dengan isolat yang diisolasi dari serangga Aphids, N. lugens,  dan O. rhinoceros meskipun tidak berbeda nyata dengan  S. innotata, L. acuta,  O. furnacalis,  H. armigera, dan P. xylostella  (Gambar 1). Tingginya virulensi isolat tersebut kemungkinan disebabkan kedekatan hubungan antara asal inang isolat Beauveria spp. dengan serangga sasaran. menurut Feng dan Johson (1990), kedekatan hubungan serangga dimana Beauveria spp. diisolasi dengan serangga sasaran berpengaruh terhadap virulensi. Selain itu tinggi rendahnya virulensi cendawan potogen serangga dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu produksi spora , pertumbuhan spora dan viabilitas spora. Menurut Sudarmadji (1994), tingkat produksi spora dan pertumbuhan spora berpengaruh terhadap virulensi. faktor lain yang menyebabkan tinggi rendahnya virulensi suatu cendawan adalah ada tidaknya produksi enzim dan toksin. Menurut Gupta et al.  (1994), enzim berperan dalam virulensi strain Beauveria spp.

 














Gambar 1. Histogram  Rata-rata  Mortalitas (%)  Ulat  Bawang Spodoptera exigua Akibat Isolat Beauveria spp. Berdasarkan Spesies Serangga. Huruf yang sama pada ujung balok tidak berbeda nyata pada taraf t  5%


Hasil pengamatan virulensi isolat-isolat Beauveria spp. dari asal daerah juga menunjukkan adanya viabilitas  yang bervariasi dengan kisaran 33,3% dan 45,3%.  Asal isolat dari Kabupaten Sigi mempunyai  viabilitas tertinggi yakni sebesar 45,3%, kemudian Kab. Donggala sebesar 43,34%, Kabupaten Parimo 38,33%  dan Kab. Poso sebesar 33,33%,
 















Gambar 2.  Histogram Rata-rata Mortalitas (%) Ulat Bawang Spodoptera exigua  Akibat Isolat Beauveria spp dari Lokasi Berbeda.
  Huruf yang sama pada ujung balok tidak berbeda nyata pada taraf t  5%


5.3  Karakteristik Morfologi isolat-isolat Beauveria spp.
      Berdasarkan hasil koleksi isolat Beauveria spp. diketahui bahwa, isolat yang dikoleksi berasal dari bentang geografi yang luas yaitu berasal dari lokasi-lokasi di Sulawesi Tengah. Selain berasal dari sebaran geografi yang sangat lua juga berasal dari inang (serangga) dan tumbuhan yang sangat berbariasi, yang menyebabkan terjadinya variasi dari isolat Beauveria spp. yang berhasil dikoleksi. untuk melihat veriasi dari setiap isolat tersebut, dilakukan pengujian karakterisktik morfologi dan fisiologi. karakteristik morfologi yang diamati meliputi pertumbuhan koloni, warna koloni, daya kecambah dan jumlah kolonidia.

a.      Pertumbuhan dan Warna Koloni Beauveria spp.
Hasil pengamatan pada 2 hari setelah inokulasi (HIS) terlihat bahwa diameter koloni isolat Beauveria spp. berkisar 0,3 cm-0,9 cm. Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa isolat-isolat mempunyai perkembangan vegetatif yang sangat berbeda-beda. Hal ini terjadi karena isolat yang diuji mempunyai spesies Beauveria spp. yang berbeda.
Perbedaan geografi dan inang asal isolat Beauveria spp. tertentu memungkinkan adanya berbagai spesies dari Beauveria spp., begitu juga dengan terbentuknya strain-strain dari setiap spesies Beauveria spp. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Castrillo dan Brooks (1998), bahwa cendawan Beauveria spp. mempunyai distribusi yang luas dan inang yang banyak menyebabkan banyaknya variasi baik dilihat dari segi fenotifnya maupun genotifnya. Chikmawati at al (1994) mengemukakan bahwa keragaman suatu tumbuhan pada umumnya berkaitan dengan sebaran geografinya. Lavolles dan Hamrick (1984), melaporkan sebaran geografi yang luas berasosiasi dengan keragaman yang lebih luas. pendapat dan hasil penelitian tersebut sejalan dengan yang terjadi pada isolat Beauveria spp. yang diuji yaitu adanya perkembangan koloni, isolat, cendawan Beauveria spp. yang diuji.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa isolat Beauveria spp. berwarna putih dan putih kekuning-kuningan.  Menurut Wiryadiputra (1994) koloni Beauveria spp. berwarna putih, karena mengalami pertambahan umur (generatif) berubah menjadi putih kekuning-kuningan. Jika kita hubungkan dengan hasil penelitian ini terlihat bahwa pada awalnya (vegetatif) semua koloni dari isolat yang diuji berwarna putih, namun setelah memasuki fase generatif (Sporulasi) pada 12 hasil setelah pembiakan sebagian isolat berwarna putih kekuning-kuningan dan sebagian lagi tetap warna putih.

4.1  Hasil
Gambar 1.  Cendawan Beauvaria bassiana dua hari setelah diisolasi.
Gambar 2.  Cendawan Beauvaria bassiana enam hari setelah diisolasi.
Gambar 3.  Cendawan Beauvaria bassiana duabelas hari setelah diisolasi.
Gambar 4.  Hasil isolasi cendawan Beauvaria bassiana di laboratorium dari  beberapa daerah di Sulawesi Tengah.

Gambar 5.  Pengujian Cendawan B. Bassiana terhadap S. exigua di Laboratorium








Gambar 6.  Larva S. exigua yang terinfeksi Cendawan B. Bassiana
Gambar 7.  Cendawan B. bassiana yang ditumbuhkan pada media jagung

Gambar 8.  Pengujian Cendawan B. Bassiana terhadap S. Exigua di Lapangan

4.2  Pembahasan
     Berdasarkan hasil yang didapatkan maka dapat diketahui bahwa isolat Beauvaria spp. berwarna putih dan ada yang sampai putih kekuning-kuningan, menurut Wiryadiputra (1994), koloni Beauvaria spp. berwarna putih ,dank arena pertambabahan umur (generatif) akan berubah menjadi putih kekuning-kuningan.  Pada hasil pengamatan dari penelitian ini terlihat bahwa pada awalnya (vegetatif) semua koloni dari isolate yang diuji berwarna putih, namun setelah memasuki fase generatif (sporulasi) pada 12 hari setelah pembiakan sebagian isolat berwarna putih kekuning-kuningan dan sebagian lagi tetap berwarna putih.
     Dari hasil isolat yang dikoleksi dilakukan lagi pengujian laboratorium untuk mengetahui virulensi isolat, pada uji laboratorium tampak larva Spodoptera exigua yang terifeksi cendawan Beauvaria spp berwarna coklat kehitam-hitaman dan tubuh larva menjadi lembek, menurut Brody, 1979 dalam Utomo dan Pardede, (1990), gejala awal serangga yang terinfeksi cendawan Beauveria spp yakni kadang-kadang serangga yang terinfeksi berubah warnanya dengan noda-noda hitam pada bagian kutikula sebagai titik infeksi yang pertama. Serangga yang terinfeksi cendawan terlihat lemah serta terkulai dan setelah mati seluruh tubuhnya akan ditutupi benang hifa yang kemudian menjadi kering.  Sehingga didapatkanlah isolat yang mempunyai virulensi tinggi terhadap larva Spodoptera exigua, kemudian dilakukan uji karakteristik terhadap morfologi cendawan Beauvaria spp.
     Dari proses uji laboratorium didapakan isolat yang mempunyai virulensi tinggi terhadap Spodoptera exigua kemudian dilakukan perbanyakan menggunakan media jagung yang akan dipakai sebagai formulasi bioinsektisida yang berbahan aktif Beauvaria spp. sebagai alternatif pengendalian hama Spodoptera exigua yang rama lingkungan untuk mengurangi penggunaan insektisida kimia.
     Setelah mendapatkan bioinsektisida yang berbahan aktif Beauvaria spp yang telah melalui uji laboratorium maka dilakukan lagi pengujian lapangan.  Dari hasil pengamatan di lapangan tidak didapatkan serangan hama Spodoptera exigua karena tidak ditemukan larva Spodoptera exigua baik yang hidup maupun yang mati.








V.  KESIMPULAN DAN SARAN
5.1  Kesimpulan
     Dari hasil dan pembahasan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1.  Mendapatkan isolat cendawan  entomopatogen Beauveria spp. lokal Sulawesi Tengah  yang mempunyai virulensi tinggi untuk dijadikan sumber bioaktif pembuatan  bioinsektisida baru
2.  Isolat Beauvaria spp. berwarna putih dan pada isolat yang telah berumur tua akan berwarna putih sampai putih kekuning-kuningan
3.  Mendapatkan formulasi bioinsektisida berbahan aktif  cendawan Beauveria spp. yang telah melalui proses uji laboratorium dan uji lapangan.
5.2  Saran
     Perlu dilakukan sosialisasi kepada petani tentang teknik pengendalian hayati dengan memanfaatkan cendawan Beauvaria bassiana sebagai bioinsektisida yang ramah lingkungan dan teknik aplikasi yang tepat.

















DAFTAR PUSTAKA
Alexopaulus, J.C. dan C.W. Mims, 1979. Introductory Mycology.  3rd Edition.  John Wiley and Sons.  New York. 
Anderson, T.E., D.W. Roberts, dan R.S. Soper. 1988.  Use of Beauveria Bassiana For Suppression of Colorado Potato Beetle Population In New York State (Coleoptera: Chrysomelidae). Environ. Entomol. 17(1):140 -145.
Anonim, 1983.  Glossary of Plant Patholocigal Term. Pp 313-323. In Plant Patholigists Pocket Book.  Second Ed.  Commenwealth Mycological Institute.
Barberchech, M.E.  dan H.K. Kaya, 1991.  Competitive Interaction Between Entomopathogenic Nematodes and Beauveria bassiana (Deuteromycotina: Hypomycetes) in Soil Borne Larva of Spodoptera exigua (Lepidoptera : Noctuidae).  Environ. Entomol. 20(2):707-712
Bing, L.A.,  dan L.C. Lewis.  1991.  Suppression of Ostrinia nubilalis (Hubner) (Lepidoptera : Pyralidae) by Endophytic Beauveria bassiana (Balsamo) Vuillemin. Environ. Entomol. 20(4):409-432
Castrillo, L.A., dan W.M. Brooks.  1998.  Differentation of Beauveria spp Isolate From The Darking Beetle Alphitobius diaperinus, Using Isoysime and Rapid Analyses.  J. Invert. Pathology  72: 190-196    
Dwijoseputro, D.1987.  Pengantar Mikologi.  Penerbit Alumni. Bandung. 
Feng, M.G., dan J.B. Johnson. 1990.  Relative Virulence  of Six Isolate of Beauveria spp. on Diorophis noxia (Homoptera: Aphididae).  Environ. Entomol. 19(3):785-790
Mc.Coy, C.W., R.A. Samson, dan D.G. Boucias.  1988.  Entomogenous Fungi, In Handbook of Natural Pesticides.  Microbial Insecticide.  Part A.  Entomogenous Protozoa and Fungi 5:151-236.
Riyatno dan Santoso, 1991 Cendawan Beauveria bassiana Vuill. dan Cara Pengembangannya Guna Mengendalikan Hama Bubuk Buah Kopi. Direktorat Bina Perlindungan Tanaman Perkebunan. Direktorat Jenderal Perkebunan.  Jakarta. Pp 10.
Roberts, D.W.  1981.  Toxins of Entomopathogenic Fungi.  Academic Press.  Landon.
Rosmini,  2006.  Inventarisasi dan Identifikasi Cendawan Beauveria spp. Pada Dua Lokasi dan Inang Berbeda dan Virulensinya Pada Serangga Hama Ulat Bawang (Spodoptera exigua Hubner.).  Laporan Penelitian Mandiri.  Fak. Pertanian Untad.  Palu.
Sila, M. 1983. Microbial Control of Drywood Termites, Cryptotermes, Cynocephales (Kalotermitidae, Isoptera). MS. Tesis. University of Philippines At Los Banos.
Sivasankaran, P.S., Easwaramoorthy dan H. David. 1990.  Pathogenicity and Host Range Of  Beauveria Nr. bassiana, A Fungal Pathogen of Chilo Infuscatellus snellen.  J. Biol. Contr 4 (1) : 48 – 51
Steel, R.G.D. dan J.H. Torrie, 1991.  Principle and Procedures of Statistics.  Diterjemahkan Oleh B. Sumantri. Prinsip dan Prosedur Statistika.  Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.   
Sudarmadji, D.  dan  S. Gunawan.  1994.  Patogenitas Fungi Entomopatogen Beauveria bassiana Terhadap Heliothis antonii. Menara Perkebunan.  Jakarta
Tanada, Y. dan H. K. Kaya.  1993.  Insect Pathology.  Academic Press. Inc. Harcurt Brace Jovaovich. Publ. San Diego
Utomo,  C.  dan Dj. Pardede. 1990. Efikasi Jamur Beauveria bassiana Terhadap Penggerek Batang Kakao Zeuzera coffeae Nietn.  Bul. Perkebunan 21(4):243-251.
Wiryadiputra, S. 1994.  Prospect And Constrain Of Development Of Entomopathogenis Fungus Beauveria Spp. As A Biocontrol Agent Of Coffee Berry Borer Hypothenemus Hempei. Pelita  Perkebunan 10(3):92-99.
Wright, J.E., dan L.D. Chandler, 1992.  Development of A Biorational Mycoinsecticide :  Beauveria bassiana Conidial Formulation and Its Application Against Boll Weevil Population (Coleoptera: Curculionidae).  J. Econ. Entomol. 85(4): 1130-1135

1 komentar:

sehabis membaca, tinggalkan pesan anda ya.. sehingga saya bisa tau respon dari orang-orang yang mampir diblog saya.. ok???